Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya
perubahan pada persepsi, pikiran, afek,
dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual
biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang
kemudian (Sadock, 2003). Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area
individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan
realitas, merasakan dan menunjukkan
emosi serta berperilaku dengan sikap yang tidak dapat
diterima secara sosial (Isaac, 2005). Skizofrenia adalah gangguan yang benar-benar membingungkan dan
menyimpan banyak tanda tanya (teka-teki). Kadangkala skizofrenia dapat
berpikir dan berkomunikasi dengan
jelas, memiliki pandangan
yang tepat dan berfungsi secara baik dalam
kehidupan sehari-hari. Namun pada
saat yang lain, pemikiran
dan kata-kata terbalik, mereka
kehilangan sentuhan dan mereka tidak mampu memelihara diri mereka sendiri.
Schizophrenia
menurut Morel (dalam Siti Sundari, 2005) disebut demance precoce atau
gangguan mental dini, penyakit yang dapat menyakiti anak muda. Kraeplin (dalam
Siti Sundari, 2005) menyebutnya dementia praecox, kemunduran mental yang
dimulai sejak masa anak-anak. Sedangkan Bleuler (dalam Siti Sundari,
2005) skizoprenia atau jiwa yang tebelah, terjadi perpecahan antara intelek dan
emosi. Penyakit ini berlembanag secara pelan-pelan dan tersembunyi. Sedangkan
yang reaktif, muncul secara tiba-tiba.
Jadi, Skizofrenia adalah gangguan jiwa berat dengan ciri khusus yang menunjukkan reaksi psikotik yang tak dapat di
terima secara sosial, yang di
tandai dengan kelainan
persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang.
Skizofrenia biasanya berkembang pada masa remaja akhir
atau dewasa awal, tepat pada saat orang mulai keluar dari keluarga menuju
kedunia luar. Orang yang mengidap skizofenia semakin lama semakin terlepas dari
masyarakat. Mereka gagal untuk berfungsi sesuai peran yang diharapkan sebagai
pelajar, pekerja, pasangan, dan keluarga serta kemunitas mereka menjadi kurang
toleran terhadap perilaku mereka yang menyimpang. Gangguan ini biasanya
berkembang pada masa dimana otak sudah mencapai kematangan yang penuh (Nevid
dkk, 2003).
1. Faktor penyebab skizofrenia
Arif (2006) menjelaskan bahwa skizofrenia tidak
disebabkan oleh penyebab tunggal, tetapi
dari berbagai faktor yaitu:
a. Somatogenesis
1) Faktor-faktor genetik (keturunan)
Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa gen yang diwarisi
seseorang, sangat kuat
mempengaruhi resiko seseorang mengalami skizofrenia. Studi pada keluarga telah
menunjukkan bahwa semakin dekat relasi seseorang dengan klien skizofrenia, makin besar resikonya untuk mengalami
penyakit tersebut.
2) Biochemistry (ketidakseimbangan kimiawi otak)
Beberapa
bukti menunjukkan bahwa skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang di sebut neurotransmitter,
yaitu kimiawi otak yang memungkinkan
neuron-neuron berkomunikasi satu dengan yang
lain. Beberapa ahli mengatakan
bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang
berlebihan dibagian-bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang
abnormal terhadap dopamine. Beberapa neurotransmitter lain
seperti serotonin repinephrine tampaknya juga memainkan peranan.
3) Neuroanatomy (kelainan struktur otak)
Barbagai tekhnik imaging, seperti Magnetic
Resonance Imaging (MRI) telah membantu para ilmuwan untuk menemukan
abnormalitas struktural spesifik pada otak klien skizofrenia. Misalnya, klien
skizofrenia yang kronis cenderung memiliki ventrikel otak yang lebih besar.
Mereka juga memiliki volume jaringan
otak yang lebih sedikit dari pada orang normal. Klien skizofrenia menunjukkan aktivitas yang sangat
rendah pada lobus frontalis otak. Ada juga kemungkinan abnormalitas
dibagian-bagian lain otak seperti di lobus temporalis, basal ganglia,
thalamus, hippocampus, dan
superior temporal gyrus.
b. Psikogenesis: Pemahaman Kemunculan
Skizofrenia Menurut
1)
Pandangan Sigmund Freud
Pandangan konseptualisasi Freud
tentang skizofrenia berasal dari
ungkapannya tentang cathexis, yaitu jumlah energi yang dilekatkan
pada struktur intrapsikis atau object-representation. Freud yakin bahwa
skizofrenia dicirikan dengan decathexis atas objek-objek. Freud
mendefinisikan skizofrenia sebagai regresi dikarenakan frustrasi
yang intens dan konflik dengan orang lain.
Regresi dari object-relatednes
ke tahap autoerotic disertai
dengan penarikan investasi emosional dari object-representation dan
figur-figur eksternal, yang
menjelaskan tampilan penarikan diri autistic klien skizofrenia. Freud
menyatakan bahwa cathexis klien kemudian di investasikan pada diri atau
ego. Setelah mengembangkan model struktural, Freud merevisi pandangannya
tentang psikosis. Dia memandang neurosis sebagai konflik antara ego dan diri,
sementara psikosis adalah konflik antara
ego dan dunia eksternal. Sejalan dengan revisi ini, Freud tetap mempertahankan teorinya tentang decathexis.
Menurut Freud, klien skizofrenia tidak mampu melakukan transference.
Gangguan pada penderita Schizophrenia terjadi pada Gangguan Bentuk
Pikiran (Dekhi, 2011), yakni :Asosiasi langar : ide tidak saling berkaitan.
- Overinklusif : arus pikiran pasien secara terus menerus mengalami
gangguan karena pikirannya sering dimasuki informasi yang tidak relevan
- Neologisme : pasien menciptakan kata-kata baru atau yang bagi
mereka mungkin mengandung arti simbolik.
- Bloking : pembicaraan tiba-tiba berhenti dan disambung kembali
beberapa saat kemudian (biasanya dengan topic lain)
- Klanging : pasien memilih kata-kata dan tema sekaligus berdasarkan
bunyi/kata-kata yang baru saja diucapkan dan bukan merupakan isi
pikirannya
- Ekolalia : pasien mengulang kata-kata atau kalimat yang baru saja
diucapkan seseorang, tetapi dengan gaa musical dan lagu; tanpa upaya yang
jelas untuk berkomunikasi
- Konkritisasi : pasien dengan IQ rata-rata normal/ lebih tinggi,
tetapi berpikir abstraknya buruk
- Alogia :
pasien berbicara sangat sedikit
Kegagalan berpikir
mengarah kepada masalah penderita tidak mampu memroses dan mengatur pikirannya.
Kebanyakan penderita tidak mampu memahami hubungan antara kenyataan dan logika.
Ketidakmampuan dalam berpikir ini mengakibatkan ketidakmampuan dalam
mengendalikan emosi dan perasaan. Tak jarang kita melihat penderita tertawa
sendiri atau berbicara sendiri tanpa mempedulikan sekelilingnya. Hal di atas
mengakibatkan penderita tidak mampu memahami siapa dirinya, tidak berpakaian,
dan lainnya.
2. Tipe-tipe/jenis-jenis skizofrenia
Ada beberapa tipe skizofrenia; masing-masing memiliki
kekhasan tersendiri dalam gejala-gejala
yang diperlihatkan dan tampaknya memiliki penyakit yang berbeda-beda.
Tipe-tipe skizoprenia ( Arif, 2006) yaitu:
a. Skizofrenia
tipe paranoid
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah adanya waham
yang mencolok atau halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi
kognitif dan afek yang relatif masih terjaga. Wahamnya biasanya adalah waham
kejar atau waham kebesaran, atau
keduanya, tetapi waham dengan tema lain, misalnya (waham kecemburuan,
keagamaan, atau somatisasi) mungkin juga muncul. Wahamnya biasa lebih dari
satu, tetapi tersusun dengan rapi
disekitar tema utama. Halusinasi juga biasanya
berkaitan dengan tema wahamnya. Ciri lainnya meliputi anxiety,
kemarahan, menjaga jarak, dan suka berargumentasi. Kriteria diagnostik untuk
skizofrenia tipe paranoid. Suatu jenis skizofrenia yang memenuhi kriteria : Preokupasi
dengan satu atau lebih waham atau sering mengalami halusinasi
auditorik. Tidak ada ciri berikut yang
mencolok: bicara kacau, motorik kacau atau kata tonik, afek
yang tak sesuai atau datar.
Ciri-ciri skizofrenia paranoid menurut Rohadhi (2012)
yaitu:
ü
Penderita diliputi
macam-macam delusi dan halusinasi yang terus berganti-ganti coraknya dan tidak
teratur serta kacau balau.
ü
Pasien tampak lebih waras
dan tidak sangat ganjil dan aneh jika dibandingkan dengan penderita skizofrenia
jenis lainnya. Akan tetapi pada umumnya dia bersikap sangat bermusuhan
terhadap siapapun juga.
ü
Merasa dirinya penting,
besar grandieus.
ü Sering sangat fanatik religious secara berlebihan.
ü Kadang-kadang bersifat hipokondris.
Seseorang
yang mengalami skizofrenia paranoid tidak menunjukkan disorganisasi yang jelas
sebagaimana ciri dari tipe tidak terorganisasi, tidak juga dengan jelas
menunjukkan afek datar atau yang tidak sesuai atau perilaku katatonik. Waham
mereka sering kali mencakup tema-tema kebesaran, persekusi, atau kecemburuan
(Nevid dkk, 2003).
b. Skizofrenia
tipe disorganized
Ciri
utama Skizofrenia tipe ini
adalah pembicaraan yang kacau,
tingkah laku kacau dan afek yang datar atau inappropriate.Pembicaraan yang
kacau dapat disertai kekonyolan dan tertawa yang tidak
erat berkaitan dengan isi pembicaraan.
Disorganisasi tingkah laku
(misalnya : kurangnya orientasi
pada tujuan) dapat
membawa pada gangguan yang
serius pada berbagai aktivitas hidup sehari-hari. Sejenis diagnostik skizofrenia
tipe Disorganized, Sejenis skizofrenia dimana Kriteria-kriteria berikut
terpenuhi :
1. Pembicaraan kacau
2. Tingkah laku kacau
3.
Afek datar atau inappropriate
4.
Tidak memenuhi kriteria untuk tipe katatonik
c. Skizoprenia tipe katatonik
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah gangguan pada
psikomotor yang dapt
meliputi ketidakbergerakan motorik (motoric immobility), aktivitas
motor yang berlebihan, negativism
yang ekstrim, mutism (sama sekali tidak mau bicara dan berkomunikasi), gerakan-gerakan yang tidak
terkendali, ecolalia (mengulang
ucapan orang lain) atau echpraxia
(mengikuti tingkah laku orang lain). Motoric immobility dapat
dimunculkan berupa catalepsy (waxy flexibility – tubuh menjadi sangat fleksibel untuk digerakkan atau
diposisikan dengan berbagai cara,
sekalipun untuk orang biasa posisi tersebut akan sangat tidak nyaman). Kriteria
diagnostik skizofrenia tipe katatonik: Sejenis skizofrenia dimana gambaran
klinis didominasi oleh paling tidak dua dari yang berikut ini: Motoric immobility
(ketidakbergerakan motorik) sebagaimana terbukti dengan adanya catalepsy (termasuk
waxy flexibility) atau stupor (gemetar). Aktivitas motor
yang berlebihan (yang tidak bertujuan dan tidak dipengaruhi oleh
stimuli eksternal). Negativism yang ekstrim (tanpa motivasi yang jelas,
bersikap sangat menolak pada segala instruksi
atau mempertahankan postur yang
kaku untuk menolak dipindahkan) atau mutism (sama sekali
diam). Gerakan-gerakan yang khas dan tidak terkendali. Echolalia (menirukan kata-kata
orang lain) atau Echopraxia (menirukan tingkah
laku orang lain).
d. Skizofrenia tipe Undifferentiated
Sejenis skizofrenia dimana gejala-gejala yang muncul
sulit untuk digolongkan pada tipe skizofrenia tertentu. Kriteriadiagnostik
untuk skizofrenia tipe undifferentiated
:Sejenis skizofrenia dimana symptom-symptom memenuhi criteria A, tetapi tidak
memenuhi kriteria untuk skizofrenia tipe paranoid, disorganized ataupun
katatonik.
e. Skizofrenia tipe Residual
Diagnosa skizofrenia tipe residual diberikan bilamana
pernah ada paling tidak satu kalau episode skizofrenia, tetapi gambaran klinis
saat ini tanpa symptom yang menonjol. Terdapat
bukti bahwa gangguan
masih ada sebagaimana ditandai
oleh adanya negative symptom
atau positif symptom yang
lebih halus. Kriteria diagnostik untuk skizofrenia tipe residual
yaitu sejenis skizofrenia dimana kriteria-kriteria berikut ini terpenuhi :
Tidak ada yang menonjol
dalam hal delusi,
halusinasi, pembicaraan kacau, tingkah laku kacau atau tingkah laku
katatonik. Terdapat bukti keberlanjutan gangguan ini, sebagaimana ditandai oleh
adanya symptom-symptom negative
atau dua atau lebih symptom yang terdaftar di kriteria A untuk
skizofrenia, dalam bentuk yang lebih ringan.
3. Kriteria diagnostik skizofrenia
menurut DSM-IV TR
Terdapat
enam kriteria diagnostic skizofrenia Menurut Diagnostic and
Statistical Manual of mental Disorder (DSM-IV TR)
sebagai berikut :
a. Symptom-Symptom khas
Dua atau
lebih dari yang
berikut ini, masing-masing muncul cukup
jelas selama jangka waktu
satu bulan (atau kurang, bila ditangani dengan baik) :
1.
Delusi
2.
Halusinasi
3.
Pembicaraan kacau
4.
Tingkah laku kacau atau katatonik
5.
Symptom-symptom negatif
b. Disfungsi sosial / okupasional
c. Durasi
Symptom-symptom gangguan
ini tetap ada
untuk paling sedikit 6 bulan. Periode 6
bulan ini paling
tidak mencakup paling tidak 1
bulan di mana symptom-symptom muncul.
d. Tidak termasuk gangguan schizoaffective atau
gangguan mood.
e. Tidak termasuk gangguan karena zat atau
karena kondisi medis.
f. Hubungan dengan Pervasive Developmental
Disorder. Bila ada riwayat Autistic
Disorder atau gangguan PDD lainnya diagnosis tambahan skizofrenia
hanya dibuat bila ada halusinasi atau
delusi yang menonjol, selama paling tidak 1 bulan.
4. Gejala-gejala skizofrenia
Secara general gejala serangan skizofrenia dibagi
menjadi 2 (dua), yaitu gejala positif dan negatif (maramis, 2005) yaitu:
a. Gejala positif
Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat
dan otak tidak mampu menginterpretasikan dan merespons pesan atau
rangsangan yang datang. Klien
skizofrenia mungkin mendengar suara-suara atau melihat sesuatu yang
sebenarnya tidak ada, atau mengalami
suatu sensasi yang tidak biasa pada tubuhnya. Auditory hal ucinations, gejala yang biasanya timbul,
yaitu klien merasakan ada suara dari dalam dirinya. Kadang suara itu dirasakan
menyejukkan hati, memberi kedamaian, tapi
kadang suara itu menyuruhnya melakukan sesuatu yang sangat berbahaya,
seperti bunuh diri.
Penyesatan pikiran (delusi) adalah kepercayaan yang kuat
dalam menginterpretasikan sesuatu yang
kadang berlawanan dengan kenyataan.
Misalnya, para penderita
skizofrenia, lampu traffic di jalan raya yang berwarna merah,kuning,
hijau, dianggap sebagai suatu isyarat dari luar angkasa. Beberapa penderita
skizofrenia berubah menjadi paranoid, mereka selalu
merasa sedang di
amat-amati, di nanti, atau hendak diserang. Kegagalan berpikir mengarah kepada
masalah dimana klien skizofrenia tidak mampu memproses dan mengatur pikirannya. Kebanyakan
klien tidak mampu memahami hubungan antara
kenyataan dan logika. Karena klien skizofrenia tidak mampu mengatur
pikirannya membuat mereka berbicara secara serampangan dan tidak bisa ditangkap
secara logika. Ketidakmampuan dalam berpikir mengakibatkan ketidakmampuan
mengendalikan emosi dan perasaan. Hasilnya, kadang penderita skizofrenia tertawa atau berbicara
sendiri dengan keras tanpa mempedulikan sekelilingnya.
Semua itu membuat penderita skizofrenia
tidak bisa memahami siapa dirinya, tidak berpakaian, dan tidak bisa mengerti apa
itu manusia, juga tidak bisa mengerti
kapan dia lahir, dimana dia berada, dan sebagainya.
b. Gejala Negatif
Klien
skizofrenia kehilangan motivasi dan
apatis berarti kehilangan energy dan minat
dalam hidup yang membuat klien menjadi
orang yang malas. Karena klien skizofrenia hanya memilki energi yang sedikit,
mereka tidak bisa melakukan hal-hal yang
lain selain tidur dan makan. Perasaan
yang tumpul membuat emosi klien
skizofrenia menjadi datar. Klien skizofrenia tidak memilki ekspresi baik dari
raut muka maupun gerakan tangannya, seakan-akan ada tidak memiliki
emosi apapun. Mereka mungkin bisa
menerima pemberian dan perhatian orang lain, tetapi tidak bisa mengekspresikan
perasaan mereka. Depresi yang tidak mengenal perasaan ingin ditolong dan
berharap, selalu menjadi bagian dari
hidup klien skizofrenia, mereka tidak merasa memiliki perilaku yang
menyimpang, tidak bisa membina
hubungan relasi dengan orang
lain, dan tidak mengenal cinta. Perasaan depresi adalah sesuatu yang sangat menyakitkan, disamping
itu, perubahan otak secara biologis juga memberi andil dalam depresi. Depresi
yang berkelanjutan akan membuat klien skizofrenia menarik diri dari
lingkungannya. Mereka selalu merasa aman bila sendirian. Dalam beberapa kasus,
skizofrenia menyerang manusia usia muda antara 15 sampai 30 tahun, tetapi serangan kebanyakan terjadi
pada usia 40 tahun ke atas. Skizofrenia
bisa menyerang siapa saja tanpa mengenal jenis kelamin, ras, maupun tingkat sosial
ekonomi. Diperkirakan penderita penderita skizofrenia sebanyak 1% dari jumlah
manusia yang ada di bumi.
Untuk mendiagnosis
seseorang itu penderita schizophrenia (Dekhi, 2011), harus memiliki beberapa
kriteria:
- Berlangsung paling sedikit enam
bulan
- Penuruan fungsi yang cukup bermakna,
yaitu di bidang pekerjaan, hubungan interpersonal, dan fungsi mendukung
diri sendiri.
- Pernah mengalami psikotik aktif
dalam bentuk khas selama sebagian dari periode tersebut.
- Tidak ditemui gejala-gejala
yang sesuai dengan skizoafektif, gangguan mood mayor, autisme, atau
gangguan organic.
5.
Faktor-faktor penyebab terjadinya skizofrenia
Sul Inger (dalam
Keliat, 1996) mengidentifikasi 4
faktor penyebab terjadinya skizofrenia, yaitu :
a. Klien
Secara
umum bahwa klien yang minum obat secara tidak teratur mempunyai kecenderungan
untuk kambuh. Hasil penelitian menunjukkan 25% sampai 50% klien yang pulang
dari rumah sakit jiwa
tidak memakan obat
secara teratur (Keliat 1996).
Klien kronis, khususnya skizofrenia
sukar mengikuti aturan minum
obat karena adanya gangguan realitas dan ketidakmampuan mengambil keputusan. Di rumah sakit perawat
bertanggung jawab dalam pemberian atau pemantauan pemberian obat, di rumah
tugas perawat digantikan oleh keluarga.
b. Dokter (pemberi resep)
Minum
obat yang teratur dapat mengurangi kekambuhan, namun pemakaian obat neuroleptik
yang lama dapat menibulkan efek samping
yang dapat menggangu hubungan sosial seperti gerakan
yang tidak terkontrol. Pemberian resep diharapkan tetap
waspada mengidentifikasi dosis terapeutik yang dapat mencegah kekambuhan dan efek samping.
c. Penanggung jawab klien (case manager)
Setelah klien
pulang ke rumah
maka penanggung jawab kasus mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk bertemu
dengan klien, sehingga dapat mengidentifikasi gejala dini dan segera mengambil
tindakan.
d. Keluarga
Ekspresi emosi yang tinggi dari keluarga diperkirakan
menyebabkan kekambuhan yang tinggi pada
klien. Hal lain adalah klien mudah
dipengaruhi oleh stress yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Keluarga mempunyai
tanggung jawab yang penting dalam
proses perawatan di rumah
sakit jiwa, persiapan pulang dan perawatan di rumah agar
adaptasi klien berjalan dengan baik. Kualitas dan efektifitas perilaku keluarga
akan membantu proses pemulihan kesehatan klien sehingga status klien meningkat. Beberapa peneliti
menunjukkan bahwa salah satu faktor penyebab kambuh gangguan jiwa adalah
perilaku keluarga yang tidak tahu cara
menangani klien Skizofrenia di rumah (Keliat, 1996).
6.
Penanganan
Penanganan individu yang
mengalami skozifrenia dapat dilakukan dengan berbagai cara (Davidson dkk, 2012)
yaitu:
1.
Penanganan biologis
a.
Terapi kejut dan psychosurgery
b. Terapi obat (obat
antipsikotik). Obat-obatan digunakan untuk menangani depresi dan mengurangi
rasa cemas atau untuk menstabilkan mood. Dilengkapi dengan obat-obat penenanga
yang lainnya.
2.
Penanganan psikologis
a.
Terapi psikodinamika
b.
Pelatihan keterampilan social
c. Terapi keluarga dan mengurangi
ekspresi emosi
d. Terapi kognitif-behavioral
e. Terapi personal
f. Terapi reatribusi
g. Mengamati fungsi-fungsi
kognitif dasar