Blogger Widgets

Senin, 07 Desember 2015

SKIZOFRENIA

Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi,  pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock, 2003). Skizofrenia adalah sekelompok reaksi  psikotik yang mempengaruhi berbagai area individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan  emosi  serta  berperilaku dengan sikap yang tidak dapat diterima secara sosial (Isaac, 2005). Skizofrenia adalah gangguan yang benar-benar membingungkan dan menyimpan banyak tanda tanya (teka-teki). Kadangkala skizofrenia dapat berpikir dan  berkomunikasi dengan jelas,  memiliki  pandangan  yang  tepat dan  berfungsi secara  baik dalam  kehidupan sehari-hari. Namun pada  saat yang  lain,  pemikiran  dan  kata-kata terbalik, mereka kehilangan sentuhan dan mereka tidak mampu memelihara diri  mereka sendiri.
Schizophrenia menurut Morel (dalam Siti Sundari, 2005) disebut demance precoce atau gangguan mental dini, penyakit yang dapat menyakiti anak muda. Kraeplin (dalam Siti Sundari, 2005) menyebutnya dementia praecox, kemunduran mental yang dimulai sejak masa anak-anak. Sedangkan Bleuler (dalam Siti Sundari, 2005) skizoprenia atau jiwa yang tebelah, terjadi perpecahan antara intelek dan emosi. Penyakit ini berlembanag secara pelan-pelan dan tersembunyi. Sedangkan yang reaktif, muncul secara tiba-tiba.
Jadi, Skizofrenia adalah gangguan jiwa berat dengan ciri khusus yang  menunjukkan reaksi psikotik yang tak dapat di terima secara sosial,  yang di tandai  dengan  kelainan  persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang.
Skizofrenia biasanya berkembang pada masa remaja akhir atau dewasa awal, tepat pada saat orang mulai keluar dari keluarga menuju kedunia luar. Orang yang mengidap skizofenia semakin lama semakin terlepas dari masyarakat. Mereka gagal untuk berfungsi sesuai peran yang diharapkan sebagai pelajar, pekerja, pasangan, dan keluarga serta kemunitas mereka menjadi kurang toleran terhadap perilaku mereka yang menyimpang. Gangguan ini biasanya berkembang pada masa dimana otak sudah mencapai kematangan yang penuh (Nevid dkk, 2003).
1.      Faktor penyebab skizofrenia
Arif (2006) menjelaskan bahwa skizofrenia tidak disebabkan oleh penyebab  tunggal, tetapi dari berbagai faktor yaitu:
a.  Somatogenesis
1)  Faktor-faktor genetik (keturunan)
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa gen yang diwarisi  seseorang, sangat  kuat mempengaruhi resiko seseorang mengalami skizofrenia. Studi pada keluarga telah menunjukkan bahwa semakin dekat relasi seseorang dengan klien skizofrenia,  makin besar resikonya untuk mengalami penyakit tersebut.
2) Biochemistry (ketidakseimbangan kimiawi otak)
Beberapa bukti menunjukkan bahwa skizofrenia mungkin berasal dari  ketidakseimbangan kimiawi otak yang di sebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak  yang memungkinkan neuron-neuron berkomunikasi satu dengan yang  lain. Beberapa  ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang berlebihan dibagian-bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap dopamine. Beberapa neurotransmitter lain seperti serotonin repinephrine tampaknya juga memainkan peranan.
3) Neuroanatomy (kelainan struktur otak)
Barbagai  tekhnik imaging, seperti Magnetic Resonance Imaging (MRI) telah membantu para ilmuwan untuk menemukan abnormalitas struktural spesifik pada otak klien skizofrenia. Misalnya, klien skizofrenia yang kronis cenderung memiliki ventrikel otak yang lebih besar. Mereka juga memiliki volume  jaringan otak yang lebih sedikit dari pada orang normal. Klien  skizofrenia menunjukkan aktivitas yang sangat rendah pada lobus frontalis otak. Ada juga kemungkinan abnormalitas dibagian-bagian lain otak seperti di lobus temporalis, basal ganglia, thalamus,  hippocampus,  dan  superior temporal gyrus.
b.  Psikogenesis: Pemahaman Kemunculan Skizofrenia Menurut
1)             Pandangan Sigmund Freud
Pandangan konseptualisasi Freud tentang skizofrenia berasal dari  ungkapannya tentang cathexis, yaitu jumlah energi yang dilekatkan pada struktur intrapsikis atau object-representation. Freud yakin bahwa skizofrenia dicirikan dengan decathexis atas objek-objek. Freud mendefinisikan  skizofrenia sebagai  regresi dikarenakan  frustrasi  yang  intens dan  konflik dengan orang  lain.  Regresi  dari object-relatednes ke  tahap autoerotic disertai dengan penarikan investasi emosional dari object-representation dan figur-figur  eksternal, yang menjelaskan  tampilan penarikan  diri autistic klien skizofrenia. Freud menyatakan bahwa cathexis klien kemudian di investasikan pada diri atau ego. Setelah mengembangkan model struktural, Freud merevisi pandangannya tentang psikosis. Dia memandang neurosis sebagai konflik antara ego dan diri, sementara psikosis adalah  konflik antara ego dan dunia eksternal. Sejalan dengan revisi ini, Freud tetap  mempertahankan teorinya tentang decathexis. Menurut Freud, klien skizofrenia tidak mampu melakukan transference.
Gangguan pada penderita Schizophrenia terjadi pada Gangguan Bentuk Pikiran (Dekhi, 2011), yakni :Asosiasi langar : ide tidak saling berkaitan.
  1. Overinklusif : arus pikiran pasien secara terus menerus mengalami gangguan karena pikirannya sering dimasuki informasi yang tidak relevan
  2. Neologisme : pasien menciptakan kata-kata baru atau yang bagi mereka mungkin mengandung arti simbolik.
  3. Bloking : pembicaraan tiba-tiba berhenti dan disambung kembali beberapa saat kemudian (biasanya dengan topic lain)
  4. Klanging : pasien memilih kata-kata dan tema sekaligus berdasarkan bunyi/kata-kata yang baru saja diucapkan dan bukan merupakan isi pikirannya
  5. Ekolalia : pasien mengulang kata-kata atau kalimat yang baru saja diucapkan seseorang, tetapi dengan gaa musical dan lagu; tanpa upaya yang jelas untuk berkomunikasi
  6. Konkritisasi : pasien dengan IQ rata-rata normal/ lebih tinggi, tetapi berpikir abstraknya buruk
  7. Alogia : pasien berbicara sangat sedikit
Kegagalan berpikir mengarah kepada masalah penderita tidak mampu memroses dan mengatur pikirannya. Kebanyakan penderita tidak mampu memahami hubungan antara kenyataan dan logika. Ketidakmampuan dalam berpikir ini mengakibatkan ketidakmampuan dalam mengendalikan emosi dan perasaan. Tak jarang kita melihat penderita tertawa sendiri atau berbicara sendiri tanpa mempedulikan sekelilingnya. Hal di atas mengakibatkan penderita tidak mampu memahami siapa dirinya, tidak berpakaian, dan lainnya.
2.      Tipe-tipe/jenis-jenis skizofrenia 
Ada beberapa tipe skizofrenia; masing-masing memiliki kekhasan  tersendiri dalam gejala-gejala yang diperlihatkan dan tampaknya memiliki penyakit yang  berbeda-beda.  Tipe-tipe skizoprenia ( Arif, 2006) yaitu:
a.  Skizofrenia tipe paranoid 
Ciri  utama  skizofrenia tipe ini adalah adanya waham yang  mencolok atau halusinasi  auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif dan afek yang relatif masih terjaga. Wahamnya biasanya adalah waham kejar atau waham kebesaran, atau  keduanya, tetapi waham dengan tema lain, misalnya (waham kecemburuan, keagamaan, atau somatisasi) mungkin juga muncul. Wahamnya biasa lebih dari satu,  tetapi tersusun dengan rapi disekitar tema utama. Halusinasi juga biasanya  berkaitan dengan tema wahamnya. Ciri lainnya meliputi anxiety, kemarahan, menjaga jarak, dan suka berargumentasi. Kriteria diagnostik untuk skizofrenia tipe paranoid. Suatu jenis skizofrenia yang memenuhi kriteria : Preokupasi dengan satu atau  lebih  waham atau sering mengalami halusinasi auditorik. Tidak ada ciri berikut yang  mencolok:  bicara  kacau, motorik kacau atau kata tonik, afek yang tak sesuai atau datar.
Ciri-ciri skizofrenia paranoid menurut Rohadhi (2012) yaitu:
ü  Penderita diliputi macam-macam delusi dan halusinasi yang terus berganti-ganti coraknya dan tidak teratur serta kacau balau. 
ü  Pasien tampak lebih waras dan tidak sangat ganjil dan aneh jika dibandingkan dengan penderita skizofrenia jenis lainnya. Akan tetapi pada umumnya dia bersikap sangat bermusuhan terhadap siapapun juga.  
ü  Merasa dirinya penting, besar grandieus.  
ü  Sering sangat fanatik religious secara berlebihan.  
ü  Kadang-kadang bersifat hipokondris.
Seseorang yang mengalami skizofrenia paranoid tidak menunjukkan disorganisasi yang jelas sebagaimana ciri dari tipe tidak terorganisasi, tidak juga dengan jelas menunjukkan afek datar atau yang tidak sesuai atau perilaku katatonik. Waham mereka sering kali mencakup tema-tema kebesaran, persekusi, atau kecemburuan (Nevid dkk, 2003).
b.  Skizofrenia tipe disorganized
Ciri utama Skizofrenia  tipe  ini  adalah  pembicaraan yang  kacau,  tingkah  laku  kacau dan afek yang datar  atau inappropriate.Pembicaraan  yang  kacau  dapat  disertai kekonyolan dan tertawa yang tidak erat berkaitan dengan isi pembicaraan.  Disorganisasi  tingkah  laku  (misalnya  : kurangnya  orientasi  pada  tujuan)  dapat  membawa  pada gangguan  yang  serius pada  berbagai aktivitas hidup  sehari-hari. Sejenis diagnostik skizofrenia tipe Disorganized, Sejenis skizofrenia dimana Kriteria-kriteria berikut terpenuhi :
1.      Pembicaraan kacau
2.      Tingkah laku kacau
3.      Afek datar atau inappropriate
4.      Tidak memenuhi kriteria untuk tipe katatonik
c.  Skizoprenia tipe katatonik
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah gangguan pada psikomotor  yang  dapt  meliputi ketidakbergerakan motorik (motoric immobility), aktivitas motor yang  berlebihan, negativism yang ekstrim, mutism (sama sekali tidak mau bicara dan  berkomunikasi), gerakan-gerakan yang tidak terkendali, ecolalia (mengulang  ucapan  orang lain) atau echpraxia (mengikuti tingkah laku orang lain). Motoric immobility dapat dimunculkan berupa catalepsy (waxy flexibility – tubuh menjadi  sangat fleksibel untuk digerakkan atau diposisikan dengan  berbagai cara, sekalipun untuk orang biasa posisi tersebut akan sangat tidak nyaman). Kriteria diagnostik skizofrenia tipe katatonik: Sejenis skizofrenia dimana gambaran klinis didominasi oleh paling tidak dua dari yang berikut ini: Motoric immobility (ketidakbergerakan motorik) sebagaimana terbukti dengan adanya catalepsy (termasuk waxy flexibility) atau stupor (gemetar). Aktivitas motor yang  berlebihan (yang  tidak bertujuan dan tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal). Negativism yang ekstrim (tanpa motivasi yang jelas, bersikap sangat menolak pada segala instruksi  atau mempertahankan  postur  yang  kaku  untuk  menolak dipindahkan) atau mutism (sama sekali diam). Gerakan-gerakan yang khas dan tidak terkendali. Echolalia (menirukan  kata-kata  orang  lain)  atau Echopraxia (menirukan tingkah laku orang lain).
d.  Skizofrenia tipe Undifferentiated
Sejenis skizofrenia dimana gejala-gejala yang muncul sulit untuk digolongkan pada tipe skizofrenia tertentu. Kriteriadiagnostik untuk skizofrenia tipe  undifferentiated :Sejenis skizofrenia dimana symptom-symptom memenuhi criteria A, tetapi tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia tipe paranoid, disorganized ataupun katatonik.
e.  Skizofrenia tipe Residual
Diagnosa skizofrenia tipe residual diberikan bilamana pernah ada paling tidak satu kalau episode skizofrenia, tetapi gambaran klinis saat ini tanpa symptom yang menonjol. Terdapat  bukti  bahwa  gangguan  masih  ada sebagaimana  ditandai  oleh  adanya negative symptom atau positif symptom yang  lebih  halus. Kriteria  diagnostik untuk skizofrenia tipe residual yaitu sejenis skizofrenia dimana kriteria-kriteria berikut ini terpenuhi : Tidak ada  yang  menonjol  dalam  hal  delusi,  halusinasi, pembicaraan kacau, tingkah laku kacau atau tingkah laku katatonik. Terdapat bukti keberlanjutan gangguan ini, sebagaimana ditandai  oleh  adanya  symptom-symptom  negative  atau dua atau lebih symptom yang terdaftar di kriteria A untuk skizofrenia, dalam bentuk yang lebih ringan.
3.      Kriteria diagnostik skizofrenia menurut DSM-IV TR
Terdapat enam kriteria diagnostic skizofrenia Menurut Diagnostic and Statistical Manual of mental Disorder (DSM-IV TR) sebagai berikut :
a. Symptom-Symptom khas
Dua  atau  lebih  dari  yang  berikut  ini,  masing-masing muncul  cukup  jelas selama  jangka  waktu  satu  bulan  (atau kurang, bila ditangani dengan baik) :
1.      Delusi
2.      Halusinasi
3.      Pembicaraan kacau
4.      Tingkah laku kacau atau katatonik
5.      Symptom-symptom negatif
b.  Disfungsi sosial / okupasional
c.  Durasi
Symptom-symptom  gangguan  ini  tetap  ada  untuk paling sedikit  6  bulan. Periode  6  bulan  ini  paling  tidak  mencakup paling tidak 1 bulan di mana symptom-symptom muncul.
d.  Tidak termasuk gangguan schizoaffective atau gangguan mood.
e.  Tidak termasuk gangguan karena zat atau karena kondisi medis.
f.  Hubungan dengan Pervasive Developmental Disorder. Bila ada riwayat  Autistic Disorder atau gangguan PDD lainnya diagnosis tambahan skizofrenia hanya  dibuat bila ada halusinasi atau delusi yang menonjol, selama paling tidak 1 bulan.
4.      Gejala-gejala skizofrenia
Secara general gejala serangan skizofrenia dibagi menjadi 2 (dua), yaitu gejala positif dan negatif (maramis, 2005) yaitu:
a.  Gejala positif
Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan  otak tidak mampu  menginterpretasikan dan merespons pesan atau rangsangan yang datang. Klien  skizofrenia mungkin mendengar suara-suara atau melihat sesuatu yang sebenarnya  tidak ada, atau mengalami suatu sensasi yang tidak biasa pada tubuhnya. Auditory hal ucinations, gejala yang biasanya timbul, yaitu klien merasakan ada suara dari dalam dirinya. Kadang suara itu dirasakan menyejukkan hati, memberi kedamaian, tapi  kadang suara itu menyuruhnya melakukan sesuatu yang sangat berbahaya, seperti  bunuh diri.
Penyesatan pikiran (delusi) adalah kepercayaan yang kuat dalam  menginterpretasikan sesuatu yang kadang berlawanan  dengan  kenyataan.  Misalnya,  para penderita skizofrenia, lampu traffic di jalan raya yang berwarna merah,kuning, hijau, dianggap sebagai suatu isyarat dari luar angkasa. Beberapa  penderita  skizofrenia  berubah  menjadi paranoid, mereka  selalu  merasa  sedang  di  amat-amati, di nanti, atau hendak diserang. Kegagalan  berpikir mengarah  kepada  masalah dimana klien skizofrenia tidak mampu  memproses dan mengatur pikirannya. Kebanyakan klien tidak mampu memahami hubungan antara  kenyataan dan logika. Karena klien skizofrenia tidak mampu mengatur pikirannya membuat mereka berbicara secara serampangan dan tidak bisa ditangkap secara logika. Ketidakmampuan dalam berpikir mengakibatkan ketidakmampuan mengendalikan emosi dan perasaan. Hasilnya, kadang  penderita skizofrenia tertawa atau berbicara sendiri dengan keras tanpa mempedulikan sekelilingnya.
Semua itu membuat penderita  skizofrenia  tidak bisa memahami siapa  dirinya,  tidak berpakaian, dan tidak bisa mengerti apa itu manusia,  juga tidak bisa mengerti kapan dia lahir, dimana dia berada, dan sebagainya.
b.  Gejala Negatif
Klien  skizofrenia kehilangan motivasi dan  apatis berarti  kehilangan energy  dan  minat dalam hidup  yang membuat klien menjadi orang yang malas. Karena klien skizofrenia hanya memilki energi yang sedikit, mereka tidak bisa melakukan  hal-hal yang lain selain  tidur dan makan. Perasaan yang tumpul  membuat emosi klien skizofrenia menjadi datar. Klien skizofrenia tidak memilki ekspresi  baik dari  raut muka maupun gerakan tangannya, seakan-akan ada tidak memiliki emosi  apapun. Mereka mungkin bisa menerima pemberian dan perhatian orang lain, tetapi tidak bisa mengekspresikan perasaan mereka. Depresi yang tidak mengenal perasaan ingin ditolong dan berharap, selalu menjadi bagian dari  hidup  klien skizofrenia,  mereka tidak merasa memiliki perilaku yang menyimpang, tidak bisa membina  hubungan  relasi dengan orang lain, dan tidak mengenal cinta. Perasaan depresi adalah  sesuatu yang sangat menyakitkan, disamping itu, perubahan otak secara biologis juga memberi andil dalam depresi. Depresi yang berkelanjutan akan membuat klien skizofrenia menarik diri dari lingkungannya. Mereka selalu merasa aman bila sendirian. Dalam beberapa kasus, skizofrenia menyerang manusia usia muda antara 15 sampai 30  tahun, tetapi serangan kebanyakan terjadi pada usia  40 tahun ke atas. Skizofrenia bisa menyerang siapa saja tanpa mengenal jenis kelamin, ras, maupun tingkat sosial ekonomi. Diperkirakan penderita penderita skizofrenia sebanyak 1% dari jumlah manusia yang ada di bumi.
Untuk mendiagnosis seseorang itu penderita schizophrenia (Dekhi, 2011), harus memiliki beberapa kriteria:
  1. Berlangsung paling sedikit enam bulan
  2. Penuruan fungsi yang cukup bermakna, yaitu di bidang pekerjaan, hubungan interpersonal, dan fungsi mendukung diri sendiri.
  3. Pernah mengalami psikotik aktif dalam bentuk khas selama sebagian dari periode tersebut.
  4. Tidak ditemui gejala-gejala yang sesuai dengan skizoafektif, gangguan mood mayor, autisme, atau gangguan organic.



5.      Faktor-faktor penyebab terjadinya skizofrenia
Sul Inger  (dalam  Keliat,  1996)  mengidentifikasi  4  faktor penyebab terjadinya skizofrenia, yaitu :
a.  Klien
Secara umum bahwa klien yang minum obat secara tidak teratur mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Hasil penelitian menunjukkan 25% sampai 50% klien yang pulang dari  rumah sakit  jiwa  tidak  memakan  obat  secara  teratur (Keliat 1996). Klien kronis, khususnya skizofrenia  sukar  mengikuti  aturan minum  obat  karena adanya  gangguan realitas dan ketidakmampuan  mengambil keputusan. Di rumah sakit perawat bertanggung jawab dalam pemberian atau pemantauan pemberian obat, di rumah tugas perawat digantikan oleh keluarga.
b.  Dokter (pemberi resep)
Minum obat yang teratur dapat mengurangi kekambuhan, namun pemakaian obat neuroleptik yang lama dapat  menibulkan  efek samping  yang  dapat  menggangu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak terkontrol. Pemberian resep diharapkan  tetap  waspada mengidentifikasi dosis terapeutik yang dapat  mencegah kekambuhan dan efek samping.
c.  Penanggung jawab klien (case manager)
Setelah  klien  pulang  ke  rumah  maka  penanggung jawab  kasus mempunyai  kesempatan yang lebih banyak untuk bertemu dengan klien, sehingga dapat mengidentifikasi gejala dini dan segera mengambil tindakan.
d.  Keluarga
Ekspresi emosi yang tinggi dari keluarga diperkirakan menyebabkan  kekambuhan yang tinggi pada klien. Hal  lain adalah klien mudah dipengaruhi oleh stress yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Keluarga  mempunyai  tanggung jawab yang  penting dalam proses perawatan  di  rumah  sakit  jiwa,  persiapan pulang dan perawatan di rumah agar adaptasi klien berjalan dengan baik. Kualitas dan efektifitas perilaku keluarga akan membantu proses pemulihan kesehatan klien sehingga status klien  meningkat. Beberapa  peneliti  menunjukkan bahwa salah satu faktor penyebab kambuh gangguan jiwa adalah perilaku  keluarga  yang tidak tahu  cara  menangani klien Skizofrenia di rumah (Keliat, 1996).
6.      Penanganan
Penanganan individu yang mengalami skozifrenia dapat dilakukan dengan berbagai cara (Davidson dkk, 2012) yaitu:
1.      Penanganan biologis
a.       Terapi kejut dan psychosurgery
b.      Terapi obat (obat antipsikotik). Obat-obatan digunakan untuk menangani depresi dan mengurangi rasa cemas atau untuk menstabilkan mood. Dilengkapi dengan obat-obat penenanga yang lainnya.
2.      Penanganan psikologis
a.       Terapi psikodinamika
b.      Pelatihan keterampilan social
c.       Terapi keluarga dan mengurangi ekspresi emosi
d.      Terapi kognitif-behavioral
e.       Terapi personal
f.       Terapi reatribusi

g.      Mengamati fungsi-fungsi kognitif dasar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar