1. Pengantar Konseling
Psikoanalisis Klasik
Secara
etimologis Psikoanalisis dapat diartikan dengan analisa jiwa. Pendekatan teori
psikonanalisis klasik tidak hanya meninjau tingkah laku manusia dalam kehidupan
sehari-hari, tetapi justru melihat dasar-dasar atau latar belakang dari
munculnya tingkah laku tersebut, jadi dapat dikatakan bahwa psikoanalisis
klasik meninjau secara mendalam pada psikis manusia, oleh karena itu
Psikoanalisis klasik juga sering disebut dengan psikologi dalam/dept psychology (Taufik, 2009: 2)
Teori
psikoanalisis klasik ditemukan oleh Sigmund Freud pada tahun 1986 dimana pada
saat itu teori psikoanalisis merupakan tinjauan baru tentang manusia yang
beranggapan bahwa ketidaksadaran memegang peranan penting dalam memahami
kepribadian dan tingkah laku manusia. Freud membedakan arti psikoanalisis
menjadi tiga, yaitu:
a.
Psikoanalisis dipakai untuk
menunjukkan suatu metode penelitian terhadap proses-proses psikis seperti
mimpi, yang sebelumnya tidak terjangkau ole penelitian ilmiah
b.
Psikonalisis juga ditunjukan
suatu teknik untuk mengobati gangguan psikis yang dialami oleh klien-klien yang
neorotis
c.
Psikoanalisis untuk menunjukan
seluruh pengetahuan psikologis yang diperoleh melalui metode atau teknik
Model konseling psikoanalisis klasik memandang
tingkah laku manusia didasarkan tiga
asumsi dasar yang dapat mempengaruhi perkembangan pribadi manusia, (Hansen,
1977), yaitu:
a.
Lima tahun pertama merupakan
saat yang menentukan perkembangan manusia
Pengalaman
yang dialami oleh anak pada masa umur dibawah lima tahun akan mempengaruhi
perkembangan anak pada saat dewasa nantinya, apabila orang tua memberipelayanan
pada anak saat usia ini dengan baik dan semua kebutuhan anak terpenuhi terutama
akan kasih sayang, cinta kasih maka anak akan tumbuh dengan baik dan menjadi
manusia yang punya pribadi yang terintegrasi, tapi apabila orang tua
menciptakan truma pada masa ini maka anak akan tumbuh jadi anak yang punya kepribadian terganggu
bahkan bisa neourotis.
b.
Dorongan seksual merupakan
kunci dalam menentukn tingkah laku individu
Menuru
freud bahwa setiap tingkah laku manusia di dasari oleh dorongan seksual.
Dorongan seksual disini bukan maksudnya khusus hubungan seks tapi dalam arti
yang lebih luas, contohnya seseorang yang belajar di perguruan tinggi pada
dasarnya untuk dapat memebahagiakan anak dan istrinya di masa depan.
c.
Tingkah laku individu banyak
dikontrol oleh faktor ketidaksadaran
Tingkah
laku yang seperti ini dapat dilihat saat apabila seseorang bermimpi berada di
suatu tempat yang belum pernah dikunjunginya atau belum tahu sama sekali, maka
menurut analisis Freud hal tersebut sebagai tingkah laku yang tidak disadari
2. Asumsi Tentang Manusia
Ada
beberapa asumsi dari teori psikoanalisis klasik mengenai hakikat manusia,
diantaranya adalah (Prayitno, 1998: 41):
a.
Manusia tidak memegang nasibnya
sendiri, dan tingkah laku manusia ditujukan untuk memenuhi kebutuhan biologis
dan instink-instinknya
b.
Tingkah laku manusia
dikendalikan oleh pengalaman-pengalaman masa lampau
c.
Tingkah laku individu
ditentukan oleh faktor-faktor interpersonal dan intrapsikis.
3. Struktur Kepribadian
Struktur
kepribadian seseorang dirumuskan oleh Freud menjadi tiga unsur (Taufik, 2009:
7), diantaranya adalah:
a.
Id
Id
berisi kebutuhan-kebutuhan, keinginan dan kehendak yang merupakan lapisan dasar
dari struktur kepribadian seseorang. Di dalam Id juga terdapat naluri-naluri
dalam bentuk dorongan seksual, sifat agresif dan keinginan-keinginan yang
direpresi.
Peran
Id dalam hidup seseorang adalah sebagai penggerak dalam kehidupan seseorang,
Id-lah yang memunculkan keinginan seseorang untuk makan dan memuaskan nafsu
yang lainnya. Bagian yang termasuk ke dalam Id adalah instink, yang terpenting
diantaranya adalah sex dan afresif, sebab dua unsur tersebut telah dimiliki
oleh manusia semenjak lahir. Karena fungsi Id bertugas untuk memberikan
kesenangan pada individu (Pleasure Principle) maka cara kerja Id sangat
berkaitan dengan pengibdaran hal-hal yang tidak menyenangkan dan sebanyak
mungkin dapat memperoleh kesenangan.
b.
Ego
Ego
dapat terbentuk dari adanya differensiasi Id karena adanya kontak dengan
lingkungan. Kegiatan atau aktivitas Ego adalah mengarahkan Id untuk memperoleh
sesuatu dalam pemenuhan kebutuhannya. Ego bertugas untuk menggerakkan seseorang
dalam berinteraksi dengan lingkungan secara nyata dan menjadi mediator antara
Id dengan lingkungan. Ego lebih menekankan pada bagaimana sesuatu yang
dibutuhkan dapat terpenuhi dalam dunia nyata (Prinsip Realitas).
c.
Superego
Superego
merupakan aspek sosiologis dan aspek moral dari kepribadian seseorang (Taufik,
2009: 9). Dapat digambarkan bahwa superego merupakan rambu-rambu atau penjaga
yang menjadi petunjuk individu bertingkah laku dalam usahanya memenuhi
kebutuhan Id. Superego dibentuk melalui jalan internalisasi, artinya superego
adalah wakil dari nilai-nilai tradisionil, serta cita-cita masyarakat
sebagaimana ditafsirkan orang tua kepada anaknya, yang diisi oleh berbagai
perintah-perintah dan larangan.
Menurut
Sumadi Suryabrata (dalam Taufik, 2009: 9) bahwa superego bertugas sebagai
penentu sesuatu merupakan perbuatan susila atau asusila, pantas atau tidak
pantas, benar atau salah, dan dengan berpedoman kepada isi pribadi akan dapat
bertingkah laku sesuai dengan moral-moral yang berlaku dimasyarakat. Hal tersebut
dilakukan oleh superego dengan jalan menekan impuls-impuls yang bersifat
immoral. Superego diinternalisasi dalam perkembangan anak sebagai respon
terhadap hadiah dan hukuman yang diberikan oleh orang tua
Fungsi
dari superego menurut Sumadi Suryabrata (1989: 194) yaitu melalui hubungan
dengan ketiga unsur kepribadian yaitu dengan cara:
1)
Merintangi impuls-impuls Id,
terutama impuls seksual dan agresif yang pernyataannya sangat ditentang oleh
masyarakat.
2)
Mendorong ego untuk lebih
mengejar hal-hal yang bersifat moralistis daripada realistis.
3)
Mengejar kesempurnaan
4. Perkembangan kepribadian
Menurut
teori psikoanalisis klasik, perkembangan kepribadian seseorang didasarkan pada
tahun-tahun pertama kehidupannya, atau pada masa balita. Terjadinya berbagai
penyimpangan kepribadian pada saat dewasa disebabkan oleh apabila individu
mengalami berbagai kejadian traumatis, frustasi, konflik dan terancam.
Diantara
tahap-tahap perkembangan kepribadian menurut teori psikoanalisis klasik dari
Sigmund freud diantaranya adalah:
a.
Tahap Oral
Tahap oral berlangsung sekitar
umur 0 sampai 1 tahun. Menurut Freud pada tahap ini kepuasan anak diperoleh anak
melalui mulut. Hal ini dapat terlihat dalam kehidupan bayi sehari-hari yang
cenderung memasukkan sesuatu yang didapatkannya kedalam mulut (Taufik, 2009:
14). Tidak terpuaskannya kebutuhan akan makan dan kasih sayang pada masa ini
dapat menimbulkan sifat rakus dan serakah, selain itu juga mengakibatkan
tumbuhnya sikap tidak percaya pada orang lain dan menganggap dunia ini amat
kejam, selanjutnya menjadi takut untuk mencintai dan dicintai oleh orang lain,
setelah mereka tumbuh dewasa akan mengalami kesulitan untuk membangun hubungan
yang intim dengan orang, dan cenderung menolak kasih sayang.
b.
Tahap Anal
Menurut Freud, tahap ini
daerah erogen (kenikmatan) pada anak terletak dibagian anus. Kepuasan ini
diperoleh anak melalui buang air besar. Buang air besar memberi keredaan pada
anak dengan jalan menghilangkan sumber ketegangan (Calvin, dalam Taufik, 2009:
15). Orangtua yang amat keras dan menghukum anak pada masa ini akan dapat
menimbulkan sikap ragu-ragu setelah mereka menjadi dewasa.
c.
Tahap Phalic
Pada tahap phalic mulai
terbentuk identitas kelamin, yang terlihat dengan anak laki-laki yang menyadari
bahwa dirinya memiliki penis dan wanita tidak. Tahap ini berlangsung kira-kira
saat anak berumur antara 3 sampai 5 atau 6 tahun. Pada tahap ini anak-anak
menjadi ingin tahu tubuhnya karena merasakan kenikmatan akan ransangan pada
alat kelaminnya. Tahap Phalic ini juga menimbulkan komplek oedipus dan komplek
elektra, dimana anak laki-laki cenderung menyukai ibu yang berbeda jenis
kelamin dengannya dan anak perempuan yang cenderung menyukai ayah yang juga
berlainan jenis kelamin dengannya.
Apabila orangtua
melakukan indoktrinasi standar-standar moral yang kaku dan tidak realistik
dapat mengarah pada pengendalian superego yang berlebihan dimana setelah dewasa
akan cenderung menghambat keintimannya dengan orang lain dan menerima atau
mematuhi tatanan moral hanya karena takut.
d.
Tahap laten
Pada tahap ini
perkembangan seksual memang masih berjalan namun tidak begitu nampak. Tahap ini
berlangsung pada umum sekitar 13 tahun. Pada tahap ini minat anak terhadap
seksualitas tampak menurun dan mulai berganti pada minat terhadap hal-hal baru
seperti pergaulan dengan teman sebaya, olagraga, sekolah dan teman-teman.
e.
Tahap genital
Genital dapat diartikan
sebagai organ kelaim, maksudnya disini adalah objek seksual anak kembali
terarah pada organ kelamin. Pada tahap ini objek seksualnya tidak lagi tertuju
pada diri sendiri tapi sudah tertuju pada orang lain diluar dirinya.
5. Perkembangan Kepribadian
Salah Suai
Menurut
Prayitno (1998: 43), tingkah laku salah suai disebabkan oleh kekacauan dalam
berfungsinya individu:
a.
Dinamika yang tidak efektif atau
ketidaksesuaian kerja antara Id, Ego dan Superego.
Akibat tidak adanya
dinamika yang efektif antara Id, Ego dan Superego ini akan menimbulkan
kecemasan pada diri individu, hal ini karenakan ada yang direpresi, dan hal
yang direpresi tersebut setiap kali ingin muncul ke dalam kesadaran (Taufik,
2009: 36)
b.
Proses belajar yang tidak benar
pada masa kanak-kanak
Seperti yang telah
disinggung pada poin sebelumnya bahwa proses belajar pada masa kanak-kanak yang
tidak sesuai atau tidak benar, misalnya anak yang terlalu banyak mendapat
tekanan atau indoktrinasi dengan nilai-nilai yang amat kaku, dapat mempengaruhi
perkembangan kepribadia, karena hal demikian menimbulkan konflik-konflik dalam
diri.
c.
Neurosis
Menurut Prayitno (1998:
44) bahwa keadaan neurosis dapat dikembalikan kepada proses perkembangan awal,
yaitu bagaimana individu mengaktualisasikan mekanisme pertahanan diri untuk
mengatasi ketegangan dirinya. Keadaan neurosis tersebut amat menguras energi
sehingga individu tidak mampu lagi menghadapi kenyataan. Selanjutnya menurut
Taufik (2009: 36) orang yang mengalami neurotik, makin lama dirinya akan
semakin loyo dan lemas, karena pada dirinya energi banyak dipakai untuk
mengatasi ketegangan dengan jalan mekanisme pertahanan diri. Orang yang terlalu
banyak menggunakan mekanisme pertahanan diri dalam kehidupannya tergolong
memiliki kepribadian abnormal (salah suai).
6. Tujuan konseling dan
teknik konseling
a.
Tujuan konseling
Tujuan
dari konseling psikoanalisis klasik adalah (Prayitno, 1998: 44):
1.
Membawa klien kepada kesadaran
dorongan-dorongan yang ditekan ketidaksadaran yang mengakibatkan kecemasan.
Menurut
Rochman Natawidjaya (dalam Taufik, 2009: 36) menjelaskan bahwa tujuan dari
konseling itu adalah usaha menata kembali struktur watak dan kepribadian klien.
Dalam mencapai tujuan tersebut, jalan yang ditempuh adalah dengan cara membuat
konflik-konflik yang tidak disadari menjadi disadari dan dengan menguji serta
menjajaki materi yang bersifat intrapsikis
2. Memberikan kesempatan kepada klien menghadapi situasi yang selama
ini ia gagal mengatasinya.
Dalam
hal ini konselor membantu klien menghidupkan kembali pengalaman-pengalaman masa
kanak-kanak dini dengan menembus konflik-konflik yang direpresi (Taufik, 2009:
37). Setelah pengungkapan materi yang tidak disadari dan menganggu itu,
kemudian konselor berusaha merasionalkan kesan-kesan itu, sehingga klien
menyadari bahwa kesanyang dibawanya tersebut tidaklah sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya.
Menurut
Taufik (2009: 37) bahwa strategi pokok dari konseling psikoanalsis klasik
adalah Katarsis, yaitu usaha melepaskan kesan-kesan yang selalu mendesak dari
bawah sadar klien, yang selama initidak bisa dilepaskan atau selalu direpresi.
b. Teknik konseling
Menurut
Prayitno (1998: 44) teknik konseling psikoanalisis klasik adalah:
1. Membangun suasana bebas tekanan. Dalam suasana bebas tekanan
tersebut klien menelusuri apa yang tepat dan tidak tepat pada dirinya (tingkah
lakunya) dna mengarahkan diri untuk membangun tingkah laku yang baru.
2. Teknik dasar konseling psikoanalisis klasik
a) Asosiasi bebas
Pada
asosiasi bebas memberikan kesempatan
seluas-luasnya dan sebebas-bebasnya kepada klien untuk mengemukakan atau
mengungkapkan apay yang terasa, terpikirkan, teringat, dan ada pada dirinya.
b) Transferensi
Merupakan
proses mengarahkan perasaan-perasaannya (yang tertekan) kepada konselor dengan
mengandaikan konselor adalah subjek yang menyebabkan perasaan tertekan itu
c) Interpretasi
Membawa
klien memahami dan menghadapi dunia nyata, melalui pemikiran yang objektif.
7. Kekuatan dan kelemahan Konseling Psikoanalisis Klasik
Menurut Moh. Surya (2003: 38), beberapa kritik dan kontribusi yang
diberikan oleh KOPSAK adalah:
a. Kontribusi yang diberikan oleh KOPSAK adalah
1) Adanya motivasi yang tidak selamanya disadari
2) Memberikan banyak kontribusi pada teori kepribadian dan teknik
psikoterapi
3) Menjelaskan pentingnya masa kanak-kanak dalam perkembangan
kepribadian
4) Kontribusi dalam model penggunaan wawancara sebagai alat terapi
5) Pentingnya sikap non-moral pada terapis
6) Adanya persesuaian antara teori dan teknik
b. Kritik terhadap psikoanalisis klasik adalah:
1) Pandangan yang terlalu deterministik dinilai terlalu merendahkan
martabat manusia
2) Terlalu banyak menekankan kepada pengalaman masa kanak-kanak dan
menganggap kehidupan seolah-olah sepenuhnya ditentukan masa lalu. Hal ini
memberikan gambaran seolah-olah tanggung jawab individu berkurang
3) Terlalu meminimalkan rasionalitas
4) Bahwa perilaku ditentukan oleh energi psikis, adalah sesuatu yang
meragukan
5) Penyembuhan dalam psikoanalisis terlalu bersifat rasional dalam
pendekatannya
6) Data penelitian empiris kurang banyak mendukung sistem psikoanalisis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar