A. PENGANTAR KONSELING ANALISIS TRANSAKSIONAL
Pendekatan
Analisis Transaksional (AT) ini diperoleh oleh Erick Berne dan dikembangkan
semenjak mulai pada tahun 1950. Menurut Hansen (1977 : 89) transactional analysis is for the most part, a procedure that works
with individuals within the context of group procedures. Transaksional maksudnya
adalah hubungan komunikasi antara seseorang dengan orang lain. Dengan demikian,
model analisis transaksional lebih banyak diterapkan dalam suasana kelompok, yaitu
suasana yang terdapat hubungan dengan orang lain. Hal yang dianalisis,
menyangkut komunikasi antara dua orang atau lebih yang meliputi bagaimana
bentuk, cara dan isi komunikasi mereka. Menurut Taufik (2009 : 95) dari hasil
analisis dapat ditarik kesimpulan apakah transaksi yang berjalan dapat
berlangsung secara benar dan tepat atau dalam keadaan tidak benar dan tidak
tepat, wajar atau tidak wajar. Bentuk, cara dan isi komunikasi itu mencerminkan
ada atau tidaknya masalah yang sedang dialami oleh individu bersangkutan.
Menurut
Berne (dalam Mohamad Surya, 2003 : 44) satuan hubungan sosial disebut
transaksi. Jika dua atau lebih hubungan bertemu satu dengan yang lain, cepat
atau lambat salah satu dari mereka akan berbicara atau member beberapa indikasi
pengakuan kehadiran yang lain. Mohamad Surya (2003 : 44) kemudian menjelaskan
bahwa hal ini disebut sebagai transactional
stimulus. Orang yang lain kemudian akan menyatakan atau melakukan sesuatu
dalam kaitan dengan stimulus tadi; hal ini disebut sebagai transactional response.
B.
PANDANGAN TENTANG MANUSIA
Perilaku
manusia ditentukan oleh pengalaman kanak-kanak, akan tetapi dapat berubah.
Mohamad Surya (2003 : 45) mengemukakan bahwa dengan berpikir, manusia mampu
merencanakan masa depan dan memperkirakan kemungkinan-kemungkinan. Oleh sebab
itu, manusia dapat membebaskan diri dari masa lalu.
Menurut
Hansen (dalam Taufik, 2009 : 95) pandangan model analisis transaksional tentang
hakekat manusia ialah bahwa pada dasarnya manusia mempunyai dorongan-dorongan
untuk memperoleh sentuhan atau “stroke”. Sentuhan ada yang bersifat rohaniah
maupun bersifat jasmaniah, baik verbal maupun fisik. Sentuhan dapat juga dalam
bentuk isyarat, dengan cara pandangan, dengan senyuman dan lain-lain sebagainya
yang dilakukan dalam kelembutan dan diiringi dengan kontak kejiwaan. Cara
individu memperoleh sentuhan melalui transaksi; itulah yang menjadi kepribadian
orang tersebut. Penampilan kepribadian seseorang terbentuk melalui life script (naskah hidup) yang
terbentuk sejak awal usia muda.
C.
STRUKTUR KEPRIBADIAN
Analisis
transaksional meyakini bahwa pada dirinya setiap manusia itu terdapat unsur-unsur
kepribadian yang terstruktur, dan itu merupakan suatu kesatuan dengan “ego State” atau pernyataan ego. Kepribadian
terdiri atas tiga ego state yang dapat berpindah dari satu keadaan ke keadaan
lainnya, dan dapat dimanifestasikan dua keadaan sekaligus.
Menurut
Berne (dalam Hansen, 1977 : 90 ) there were
three definitive ego states which he called Parent, Adult, and Child.
1.
Ego State Child
Pernyataan
ego dengan ciri pribadi anak-anak; seperti manja, riang, lincah, cengeng,
rewel, bertingkah, melucu dan sebagainya. Ego
state child ini diwarnai oleh perasaan (feeling)
yang mulai terbentuk pada usia tujuh tahun pertama. Menurut Hansen (1977 : 91),
spontaneity, creativity, charm, and joy
are characteristics that go with the child ego state. Prinsip ego state child ini adalah kespontanan dan
kesenangan. Ego state child ini juga
terdiri diri tiga bagian pula, yaitu :
a. Adapted Child
(kekanak-kanakan), unsur ini kurang baik dalam komunikasi karena seringkali
tidak disukai oleh orang lain.
b. Natural Child (anak yang
alamiah), unsur ini banyak disenangi dalam pergaulan.
c. Little Profesor (merasa
diri seperti/ seolah-olah “ya” ternyata “tidak”), unsur ini ditampilkan untuk
menciptakan suasana yang menyenangkan.
2.
Ego State Parent
Pernyataan
ego orang tua, yaitu ciri-ciri pribadi yang memperlihatkan keorangtuaan seperti
banyak memerintah, banyak menasehati dan menunjukkan figur kekuasaan. Ego state parent yang diwarnai oleh
moral dan nilai-nilai dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Critical Parent (orang
tua yang selalu mengkritik), bagian ini dinilai sebagai penampilan ego state
kurang baik yang berbentuk omelan, judes, mengkritik, dan sebagainya.
b. Nurturing Parent (orang
tua yang merawat), penampilan seperti ini dinilai baik.
3.
Ego State Adult
Pernyataan
ego orang dewasa dengan ciri-ciri realistik, berdasarkan pemikiran, apa adanya,
fakta, dengan melalui proses menimbang, mengingat, memutuskan dan lain-lain. Ego state adult ini diwarnai olah
penekanan pada rasio, sehingga sangat memperhitungkan fakta-fakta,
kenyataan-kenyataan, sehingga juga sering bertanya tentang apa?, mengapa?, dan
bagaimana.
Taufik
(2009 : 99) menjelaskan bahwa dalam setiap diri individu, ego state yang tiga tersebut selalu ada, hanya kadarnya yang
barangkali berbeda. Berapa banyak kadar ego dalam diri seseorang akan
mempengaruhi tingkah laku orang tersebut. Menurut Hansen (dalam Taufik, 2009 :
100) komposisi ego state dapat
dikategorikan menjadi :
1. Normal adalah yang sesuai
dengan situasi dan kondisi dimana orang itu berada. Seperti pada saat diskusi,
ego yang ditampilkan adalah ego state
adult.
2. Cair adalah tidak ada
batasnya antara penampilan ego state
yang satu dengan yang lainnya. Misalnya seseorang yang sedang marah tiba-tiba
tertawa.
3. Kaku adalah apabila ego state yang tampil dalam situasi yang
berbeda melulu hanya satu jenis, misalnya parent,
adult, atau child saja.
D.
MOTIVASI HIDUP
Pendekatan
analisis transaksional berpendapat bahwa sesungguhnya manusia itu hidup
dipengaruhi oleh dua kebutuhan, yaitu kebutuhan fisiologis dan psikologis. Kebutuhan
fisiologis seperti kebutuhan untuk makan, minum, bernapas dan sebagainya.
Sedangkan menurut Hansen (dalam Taufik, 2009 : 101) kebutuhan psikologis terbagi
menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Kebutuhan akan memperoleh
rangsangan
Bahwa
setiap saat manusia itu membutuhkan sentuhan. Sentuhan tersebut ada yang bersifat
jasmaniah, ataupun bersifat rohaniah, sifat dari sentuhan itu dapat positif
maupn negatif. Ada sentuhan yang sudah terbiasa dan adapula sentuhan yang baru.
Sentuhan yang bersifat jasmaniah misalnya salaman, tepukan bahu, belaian,
ciuman dan sejenisnya. Sedangkan sentuhan yang bersifat rohaniah seperti
perhatian, senyuman, sapaan dan lain-lain. Sentuhan yang bersifat positif
seperti pujian, sanjungan, penghargaan, dan lain-lain. Sedangkan yang bersifat
negatif dalam bentuk ejekan, cemoohan, hinaan, dan lain-lain. Orang yang kurang
memperoleh sentuhan disebut juga dengan lapar akan sentuhan. Keinginan untuk
terpenuhinya sentuhan-sentuhan disebut dengan motivasi hidup.
2. Kebutuhan untuk
menstruktur waktu
Bahwa
manusia menginginkan waktunya yang 24 jam itu terstruktur dengan baik atau
termanfaatkan secara baik. Orang selalu saja berkehendak untuk mengisi waktunya
sepenuhnya guna memperoleh sentuhan. Oleh sebab itu, dasarnya manusia itu tidak
suka waktunya kosong tanpa adanya sentuhan yang diperoleh.
Menurut
Hansen (1977 : 95) there are six ways in
which people can structure their time, that is :
a. Withdrawal
= menarik diri (mengisolasi diri)
b. Rituals = sekedar basa-basi
dalam memberikan respon terhadap rangsangan dari orang lain
c. Pastimes = pembicaraan untuk sekedar
mengisi waktu, tanpa isi atau tujuan tertentu
d. Activities = melakukan suatu
kegiatan yang sudah bertujuan
e. Games = bermain bersama orang
lain atas dasar aturan tertentu
f.
Intimacy = berhubungan amat akrab
dengan orang lain.
3. Kebutuhan untuk
memperoleh posisi hidup
Keinginan
dan kebutuhan untuk memperoleh posisi hidup ialah hubungan yang dirasakan oleh
seseorang antara diri sendiri dengan orang lain. Misalnya, orang berkata pada
diri sendiri “bagaimana keadaan (posisi) hidup saya ini dalam hubungan dengan
orang-orang lain”. Posisi yang dipilih oleh individu itu sendiri itulah yang
paling tepat dirasakan dan mungkin bagi orang lain tidak tepat. Pemilikan
posisi ini mulai terbentuk dari awal masa kecil seseorang, yaitunya semenjak
saat dia mulai melakukan transaksi dengan orang lain terutama ibunya.
Menurut Gerald Orey (http://atindonesia.wordpress.com/2010/05/28/analaisis-transaksional-teori-dan-praktek-dalam-konseling-dan-psikoterapi/)
analisis transaksional mengidentifikasi empat kehidupan dasar posisi, yang
semuanya didasarkan pada keputusan yang dibuat sebagai akibat dari pengalaman
masa kanak-kanak, dan semua yang menentukan bagaimana orang-orang merasa
tentang diri mereka sendiri dan bagaimana mereka berhubungan dengan orang lain :
a. Saya OK, Kamu OK (SOKO)
Orang
yang berada pada posisi ini hubungan yang dilakukannya sedang berjalan dan
meningkat ke arah yang lebih baik dan berjalan secara “evolusioner” (berubah
secara lambat).
b. Saya OK, Kamu tidak OK
(SOKTO)
Hubungan ini sifatnya cenderung merubah pihak kedua,
biasanya juga bersifat “revolusioner” (perubahan secara cepat).
c. Saya tidak OK, Kamu OK
(STOKO)
Hubungan yang dirasakannya adalah
hubungan yang mengubah saya oleh kamu dan sifat hubungannya “devolusioner”
(mundur secara lambat).
d. Saya tidak OK, Kamu tidak
OK (STOKTO)
Hubungan yang dirasakannya tidak
jelas siapa mengubah siapa atau “obvolusioner”.
E.
JENIS-JENIS TRANSAKSI
1.
Transaksi Sejajar
Transaksi
sejajar adalah individu yang berkomunikasi dengan menampilkan ego state
tertentu dan ditujukan pada penampilan ego state tertentu pula maka respon
orang yang lawan berkomunikasi ditampilkannya juga seperti apa yang diharapkan.
2.
Transaksi Saling
Transaksi
silang adalah penampilan ego state seorang dan respon yang diharapkan tidak
sejajar atau ssilang yaitu tidak sebagaimana yang diharapkan.
3.
Transaksi Terselubung
Transaksi
terselubung adalah penampilan ego state oleh orang yang berkomunikasi tersebut
memiliki maksud yang terselubung seperti kiasan atau sindiran dan sejenisnya.
F.
PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
YANG SEHAT
Menurut
model analisis transaksional, manusia mempunyai potensi yang positif untuk
mengembangkan ego state yang baik. Kemampuan
bertransaksi jelas dimulai semenjak individu bergaul dengan orang lain. Pada
awalnya bayi itu mempunyai posisi hidup evolusioner.
Akibat pembinaan dari orang tua, anak dapat menduduki posisi hidup yang
berbeda-beda. Agar kepribadian dapat berkembang dengan baik, maka potensi yang
positif tadi dapat dikembangkan guna menyertai posisi hidup yang baik pula
melalui suasana unconditional stroke
(sentuhan yang tidak bersyarat). Sentuhan yang pakai syarat yaitu yang diiringi
dengan samksi seperti “awas kalau tidak tidur”. Makin banyak mensyarati
sentuhan yang diberikan kepada anak, makin terbebani dia dengan sesuatu.
Individu yang sehat dapat menggunakan ego
state-nya secara bai, tanpa ragu-ragu, dan sesuai dengan situasi tertentu.
Menurut
Hansen (dalam Taufik, 2009 : 111), ciri-ciri perkembangan yang sehat adalah :
- Individu dapat menampilkan ego statenya secara luwes sesuai dengan tempat ia berada
- Individu berusaha menemukan naskah hidupnya secara bebas serta memungkinkan pula ia memperoleh sentuhan secara bebas pula
- Memilih posisi hidup revolusioner, saya OK kamu OK
- Ego state-nya bersifat fleksibel tidak kaku dan tidak pula cair.
G.
PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
YANG ABNORMAL
Bagaimana
berkembangnya pribadi yang abnormal pada diri seseorang, dapat dilihat dari
ciri-ciri yang terdapat pada orang tersebut apabila dia melakukan kegiatan
transaksi. Ciri tersebut berkenaan dengan bagaimana dia menampilkan ego state
yang ada pada dirinya itu dan bagaimana posisi hidup yang dianutnya. Semuanya
itu akan nampak dari tingkah laku yang ditampilkan selama melakukan transaksi.
Hansen (dalam Taufik, 2009 : 111) merumuskan empat ciri-ciri dari perkembangan
kepribadian yang abnormal, yaitu :
1. Kecenderungan untuk
memilih posisi devolusioner, obvolusioner, dan pada
dirinya ada unsur tidak OK
2. Kecenderungan
untuk menggunakan ego state yang
tunggal
3. Ego state yang ditampilkannya terlalu cair
4. Ego state-nya tercemar.
H. TUJUAN DAN PROSES
KONSELING
Secara umum, tujuan yang hendak dicapai dalam konseling
analisis transaksional adalah membantu klien agar dapat memahami sifat dan
jenis transaksi mereka dengan orang lain sewaktu dia bertransaksi. Pemahaman
ini akan berguna bagi klien agar bisa merespon orang lain secara langsung,
menyeluruh, dan akrab. Adapun tujuan dari konseling ini, ialah :
1. Mendekontaminasikan ego state yang terganggu
2. Membantu mengunakan
ketiga ego state yang terganggu
3. Membantu menggunakan ego state adult secara optimal
4. Mendorong berkembangnya life position SOKO dan lifi script baru dan produktif.
Eko Susanto (http://eko13.wordpress.com/)
mengemukakan bahwa tujuan dari konseling ini adalah :
- Membantu klien dalam memprogram pribadinya.
- Klien dibantu untuk menjadi bebas dalam berbuat, bermain, dan menjadi orang mandiri dalam memilih apa yang mereka inginkan.
- Klien dibantu mengkaji keputusan yang telah dibuat dan membuat keputusan baru atas dasar kesadaran.
- Teknik-teknik daftar cek, analisis script atau kuisioner digunakan untuk mengenal keputusan yang telah dibuat sebelumnya.
- Klien berpartisipasi aktif dalam diagnosis dan diajar untuk membuat tafsiran dan pertimbangan nilai sendiri.
- Teknik konfrontasi juga dapat digunakan dalam analisis transaksional dan pengajuan pertanyaan merupakan pendeatan dasar.
- untuk berlangsungnya konseling kontrak antara konselor dan klien sangat diperlukan.
Apabila
konselor berkehendak, menggunakan model analisis transaksional dalam membantu
klien, maka dia hendaknya memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan analisis
struktur kepribadian, transaksi, dan naskah hidup. Berikut ini akan dibahas
hal-hal yang harus diperhatikan konselor dalam melakukan konseling dengan menggunakan
analisis transaksional, yaitu :
1.
Analisis Struktur
Menjelaskan
kepada klien bahwasanya kita sebagai indvidu mengemban tiga ego state dan
menjelaskan tentang ego state itu satu persatu, sehingganya individu itu sadar
ego state yang mana yang lebih dominan dalam dirinya.
2.
Analisis Transaksional
Konselor
menganalisis pola transaksi dalam kelompok, sehingganya konselor dapat
mengetahui ego state yang mana yang lebih dominan dan apakah ego state yang
ditampilkan tersebut sudah tepat atau belum.
3.
Analisis Permainan
Konselor
menganalisis suasana permainan yang diikuti oleh klien untuk mendapat sentuhan,
setelah itu dilihat apakah kline mampu menanggung resiko atau malah bergerak
kearah resiko yang tingkatnya lebih rendah.
4.
Analisis Naskah Hidup
Hal ini
dilakukan apabila konselor sudah meyakini bahwasanya kliennya terjangkiti
posisi hidup yang tidak sehat.
I.
TEKNIK-TEKNIK
KONSELING
Tugas
utama konselor yang menggunakan analisis transaksional adalah mengajar bahasa
dan ide-ide sistem untuk mendiagnosa transaksi. Konselor transaksional selalu
aktif, menghindarkan keadaan diam yang terlalu lama, dan mempunyai tanggung
jawab untuk memelihara perhatian pada transaksi.
Tugas
Teknik konseling yang digunakan adalah :
1.
Permission
Memperbolehkan
klien melakukan apa yang tidak boleh dilakukan oleh orang tuanya.
2.
Protection
Melindungi
klien dari ketakutan karena klien disuruh melanggar terhadap peraturan orang
tuanya.
3.
Potency
Mendorong
klien untuk menjauhkan diri klien dari injuction yang diberikan orang tuanya.
4.
Operation
a).
Interrogation
Mengkonfrontasikan
kesenjangan-kesenjangan yang terjadi pada diri klien sehingganya berkembang
respon adult dalam dirinya.
b).
Specification
Mengkhususkan
hal-hal yang dibicarakan sehingganya klien paham tentang ego statenya.
c).
Confrontation
Menunjukkan kesenjangan atau ketidak beresan pada diri
klien.
d).
Explanation
Transaksi adult-adult yang terjadi antara konselor
dengan klien untuk menjelaskan mengapa hal ini terjadi (konselor mengajar
klien).
e).
Illustration
Memberikan
contoh pengajaran kepada klien agar ego
state-nya digunakan secara
tepat.
f).
Confirmation
Mendorong klien
untuk bekerja lebih keras lagi.
g).
Interpretation
Membantu
klien menyadari latar belakang dari tingkah lakunya.
h).
Crystallization
Menjelaskan
kepada klien bahwasanya klien sudah boleh mengikuti games untuk mendapatkan stroke yang diperlukannya.
J.
SUMBANGAN
DAN KONTRIBUSI KONSTRAN
Konsep-konsep teori analisis transaksional
bermanfaat bagi konselor dalam menemukan aspek-aspek yang dominan berpengaruh
dalam diri klien terutama pada hubungan sosialnya. Konselor dalam menganalisis
masalah klien dapat dengan melihat bagaimana klien tersebut bertransaksi selama
ini dengan orang lain dalam lingkungannya. Selain itu, Taufik (2009 : 117) juga
mengemukakan bahwa konsep-konsep transaksi analisis lebih banyak dalam kegiatan
konseling kelompok.
Beberapa kekuatan konseling analisis transaksional
menurut Mohamad Surya (2003 : 46), yaitu
:
1.
Terminologi yang sederhana dapat dipelajari dengan
mudah diterapkan dengan segera pada perilaku yang kompleks.
2.
Klien diharapkan dan didorong untuk mencoba dalam
hubungan di luar ruang konseling untuk mengubah tingkah laku yang salah.
3.
Perilaku klien disini dan sekarang, merupakan cara
untuk membawa perbaikan klien.
4.
Penekanan
pada pengalaman masa kini dan lingkungan sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar