Blogger Widgets

Selasa, 08 Maret 2016

KONSELING ANALISIS TRANSAKSIONAL (KONSTRAN)


A.     PENGANTAR KONSELING ANALISIS TRANSAKSIONAL
Pendekatan Analisis Transaksional (AT) ini diperoleh oleh Erick Berne dan dikembangkan semenjak mulai pada tahun 1950. Menurut Hansen (1977 : 89) transactional analysis is for the most part, a procedure that works with individuals within the context of group procedures. Transaksional maksudnya adalah hubungan komunikasi antara seseorang dengan orang lain. Dengan demikian, model analisis transaksional lebih banyak diterapkan dalam suasana kelompok, yaitu suasana yang terdapat hubungan dengan orang lain. Hal yang dianalisis, menyangkut komunikasi antara dua orang atau lebih yang meliputi bagaimana bentuk, cara dan isi komunikasi mereka. Menurut Taufik (2009 : 95) dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan apakah transaksi yang berjalan dapat berlangsung secara benar dan tepat atau dalam keadaan tidak benar dan tidak tepat, wajar atau tidak wajar. Bentuk, cara dan isi komunikasi itu mencerminkan ada atau tidaknya masalah yang sedang dialami oleh individu bersangkutan.

Menurut Berne (dalam Mohamad Surya, 2003 : 44) satuan hubungan sosial disebut transaksi. Jika dua atau lebih hubungan bertemu satu dengan yang lain, cepat atau lambat salah satu dari mereka akan berbicara atau member beberapa indikasi pengakuan kehadiran yang lain. Mohamad Surya (2003 : 44) kemudian menjelaskan bahwa hal ini disebut sebagai transactional stimulus. Orang yang lain kemudian akan menyatakan atau melakukan sesuatu dalam kaitan dengan stimulus tadi; hal ini disebut sebagai transactional response.

B.      PANDANGAN TENTANG MANUSIA
Perilaku manusia ditentukan oleh pengalaman kanak-kanak, akan tetapi dapat berubah. Mohamad Surya (2003 : 45) mengemukakan bahwa dengan berpikir, manusia mampu merencanakan masa depan dan memperkirakan kemungkinan-kemungkinan. Oleh sebab itu, manusia dapat membebaskan diri dari masa lalu.

Menurut Hansen (dalam Taufik, 2009 : 95) pandangan model analisis transaksional tentang hakekat manusia ialah bahwa pada dasarnya manusia mempunyai dorongan-dorongan untuk memperoleh sentuhan atau “stroke”. Sentuhan ada yang bersifat rohaniah maupun bersifat jasmaniah, baik verbal maupun fisik. Sentuhan dapat juga dalam bentuk isyarat, dengan cara pandangan, dengan senyuman dan lain-lain sebagainya yang dilakukan dalam kelembutan dan diiringi dengan kontak kejiwaan. Cara individu memperoleh sentuhan melalui transaksi; itulah yang menjadi kepribadian orang tersebut. Penampilan kepribadian seseorang terbentuk melalui life script (naskah hidup) yang terbentuk sejak awal usia muda.

C.      STRUKTUR KEPRIBADIAN
Analisis transaksional meyakini bahwa pada dirinya setiap manusia itu terdapat unsur-unsur kepribadian yang terstruktur, dan itu merupakan suatu kesatuan dengan “ego State” atau pernyataan ego. Kepribadian terdiri atas tiga ego state yang dapat berpindah dari satu keadaan ke keadaan lainnya, dan dapat dimanifestasikan dua keadaan sekaligus.

Menurut Berne (dalam Hansen, 1977 : 90 ) there were three definitive ego states which he called Parent, Adult, and Child.

1.      Ego State Child
Pernyataan ego dengan ciri pribadi anak-anak; seperti manja, riang, lincah, cengeng, rewel, bertingkah, melucu dan sebagainya. Ego state child ini diwarnai oleh perasaan (feeling) yang mulai terbentuk pada usia tujuh tahun pertama. Menurut Hansen (1977 : 91), spontaneity, creativity, charm, and joy are characteristics that go with the child ego state. Prinsip ego state child ini adalah kespontanan dan kesenangan. Ego state child ini juga terdiri diri tiga bagian pula, yaitu :
a.      Adapted Child (kekanak-kanakan), unsur ini kurang baik dalam komunikasi karena seringkali tidak disukai oleh orang lain.
b.      Natural Child (anak yang alamiah), unsur ini banyak disenangi dalam pergaulan.
c.       Little Profesor (merasa diri seperti/ seolah-olah “ya” ternyata “tidak”), unsur ini ditampilkan untuk menciptakan suasana yang menyenangkan.

2.      Ego State Parent
Pernyataan ego orang tua, yaitu ciri-ciri pribadi yang memperlihatkan keorangtuaan seperti banyak memerintah, banyak menasehati dan menunjukkan figur kekuasaan. Ego state parent yang diwarnai oleh moral dan nilai-nilai dibagi menjadi dua, yaitu :
a.      Critical Parent (orang tua yang selalu mengkritik), bagian ini dinilai sebagai penampilan ego state kurang baik yang berbentuk omelan, judes, mengkritik, dan sebagainya.
b.      Nurturing Parent (orang tua yang merawat), penampilan seperti ini dinilai baik.

3.      Ego State Adult
Pernyataan ego orang dewasa dengan ciri-ciri realistik, berdasarkan pemikiran, apa adanya, fakta, dengan melalui proses menimbang, mengingat, memutuskan dan lain-lain. Ego state adult ini diwarnai olah penekanan pada rasio, sehingga sangat memperhitungkan fakta-fakta, kenyataan-kenyataan, sehingga juga sering bertanya tentang apa?, mengapa?, dan bagaimana.

Taufik (2009 : 99) menjelaskan bahwa dalam setiap diri individu, ego state yang tiga tersebut selalu ada, hanya kadarnya yang barangkali berbeda. Berapa banyak kadar ego dalam diri seseorang akan mempengaruhi tingkah laku orang tersebut. Menurut Hansen (dalam Taufik, 2009 : 100) komposisi ego state dapat dikategorikan menjadi :

1.      Normal adalah yang sesuai dengan situasi dan kondisi dimana orang itu berada. Seperti pada saat diskusi, ego yang ditampilkan adalah ego state adult.
2.      Cair adalah tidak ada batasnya antara penampilan ego state yang satu dengan yang lainnya. Misalnya seseorang yang sedang marah tiba-tiba tertawa.
3.      Kaku adalah apabila ego state yang tampil dalam situasi yang berbeda melulu hanya satu jenis, misalnya parent, adult, atau child saja.

D.     MOTIVASI HIDUP
Pendekatan analisis transaksional berpendapat bahwa sesungguhnya manusia itu hidup dipengaruhi oleh dua kebutuhan, yaitu kebutuhan fisiologis dan psikologis. Kebutuhan fisiologis seperti kebutuhan untuk makan, minum, bernapas dan sebagainya. Sedangkan menurut Hansen (dalam Taufik, 2009 : 101) kebutuhan psikologis terbagi menjadi tiga bagian, yaitu :

1.      Kebutuhan akan memperoleh rangsangan
Bahwa setiap saat manusia itu membutuhkan sentuhan. Sentuhan tersebut ada yang bersifat jasmaniah, ataupun bersifat rohaniah, sifat dari sentuhan itu dapat positif maupn negatif. Ada sentuhan yang sudah terbiasa dan adapula sentuhan yang baru. Sentuhan yang bersifat jasmaniah misalnya salaman, tepukan bahu, belaian, ciuman dan sejenisnya. Sedangkan sentuhan yang bersifat rohaniah seperti perhatian, senyuman, sapaan dan lain-lain. Sentuhan yang bersifat positif seperti pujian, sanjungan, penghargaan, dan lain-lain. Sedangkan yang bersifat negatif dalam bentuk ejekan, cemoohan, hinaan, dan lain-lain. Orang yang kurang memperoleh sentuhan disebut juga dengan lapar akan sentuhan. Keinginan untuk terpenuhinya sentuhan-sentuhan disebut dengan motivasi hidup.

2.      Kebutuhan untuk menstruktur waktu
Bahwa manusia menginginkan waktunya yang 24 jam itu terstruktur dengan baik atau termanfaatkan secara baik. Orang selalu saja berkehendak untuk mengisi waktunya sepenuhnya guna memperoleh sentuhan. Oleh sebab itu, dasarnya manusia itu tidak suka waktunya kosong tanpa adanya sentuhan yang diperoleh.
Menurut Hansen (1977 : 95) there are six ways in which people can structure their time, that is :
a.      Withdrawal =  menarik diri (mengisolasi diri)
b.      Rituals = sekedar basa-basi dalam memberikan respon terhadap rangsangan dari orang lain
c.       Pastimes = pembicaraan untuk sekedar mengisi waktu, tanpa isi atau tujuan tertentu
d.      Activities = melakukan suatu kegiatan yang sudah bertujuan
e.      Games = bermain bersama orang lain atas dasar aturan tertentu
f.        Intimacy = berhubungan amat akrab dengan orang lain.

3.      Kebutuhan untuk memperoleh posisi hidup
Keinginan dan kebutuhan untuk memperoleh posisi hidup ialah hubungan yang dirasakan oleh seseorang antara diri sendiri dengan orang lain. Misalnya, orang berkata pada diri sendiri “bagaimana keadaan (posisi) hidup saya ini dalam hubungan dengan orang-orang lain”. Posisi yang dipilih oleh individu itu sendiri itulah yang paling tepat dirasakan dan mungkin bagi orang lain tidak tepat. Pemilikan posisi ini mulai terbentuk dari awal masa kecil seseorang, yaitunya semenjak saat dia mulai melakukan transaksi dengan orang lain terutama ibunya.

Menurut Gerald Orey (http://atindonesia.wordpress.com/2010/05/28/analaisis-transaksional-teori-dan-praktek-dalam-konseling-dan-psikoterapi/) analisis transaksional mengidentifikasi empat kehidupan dasar posisi, yang semuanya didasarkan pada keputusan yang dibuat sebagai akibat dari pengalaman masa kanak-kanak, dan semua yang menentukan bagaimana orang-orang merasa tentang diri mereka sendiri dan bagaimana mereka berhubungan dengan orang lain :
a.      Saya OK, Kamu OK (SOKO)
Orang yang berada pada posisi ini hubungan yang dilakukannya sedang berjalan dan meningkat ke arah yang lebih baik dan berjalan secara “evolusioner” (berubah secara lambat).
b.      Saya OK, Kamu tidak OK (SOKTO)
Hubungan ini sifatnya cenderung merubah pihak kedua, biasanya juga bersifat “revolusioner” (perubahan secara cepat).
c.       Saya tidak OK, Kamu OK (STOKO)
Hubungan yang dirasakannya adalah hubungan yang mengubah saya oleh kamu dan sifat hubungannya “devolusioner” (mundur secara lambat).
d.      Saya tidak OK, Kamu tidak OK (STOKTO)
Hubungan yang dirasakannya tidak jelas siapa mengubah siapa atau “obvolusioner”.

E.      JENIS-JENIS TRANSAKSI
1.      Transaksi Sejajar
Transaksi sejajar adalah individu yang berkomunikasi dengan menampilkan ego state tertentu dan ditujukan pada penampilan ego state tertentu pula maka respon orang yang lawan berkomunikasi ditampilkannya juga seperti apa yang diharapkan.

2.      Transaksi Saling
Transaksi silang adalah penampilan ego state seorang dan respon yang diharapkan tidak sejajar atau ssilang yaitu tidak sebagaimana yang diharapkan.

3.      Transaksi Terselubung
Transaksi terselubung adalah penampilan ego state oleh orang yang berkomunikasi tersebut memiliki maksud yang terselubung seperti kiasan atau sindiran dan sejenisnya.

F.       PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN YANG SEHAT
Menurut model analisis transaksional, manusia mempunyai potensi yang positif untuk mengembangkan ego state yang baik. Kemampuan bertransaksi jelas dimulai semenjak individu bergaul dengan orang lain. Pada awalnya bayi itu mempunyai posisi hidup evolusioner. Akibat pembinaan dari orang tua, anak dapat menduduki posisi hidup yang berbeda-beda. Agar kepribadian dapat berkembang dengan baik, maka potensi yang positif tadi dapat dikembangkan guna menyertai posisi hidup yang baik pula melalui suasana unconditional stroke (sentuhan yang tidak bersyarat). Sentuhan yang pakai syarat yaitu yang diiringi dengan samksi seperti “awas kalau tidak tidur”. Makin banyak mensyarati sentuhan yang diberikan kepada anak, makin terbebani dia dengan sesuatu. Individu yang sehat dapat menggunakan ego state-nya secara bai, tanpa ragu-ragu, dan sesuai dengan situasi tertentu.

Menurut Hansen (dalam Taufik, 2009 : 111), ciri-ciri perkembangan yang sehat adalah :

  1. Individu dapat menampilkan ego statenya secara luwes sesuai dengan tempat ia berada
  2. Individu berusaha menemukan naskah hidupnya secara bebas serta memungkinkan pula ia memperoleh sentuhan secara bebas pula
  3. Memilih posisi hidup revolusioner, saya OK kamu OK
  4. Ego state-nya bersifat fleksibel tidak kaku dan tidak pula cair.

G.     PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN YANG ABNORMAL
Bagaimana berkembangnya pribadi yang abnormal pada diri seseorang, dapat dilihat dari ciri-ciri yang terdapat pada orang tersebut apabila dia melakukan kegiatan transaksi. Ciri tersebut berkenaan dengan bagaimana dia menampilkan ego state yang ada pada dirinya itu dan bagaimana posisi hidup yang dianutnya. Semuanya itu akan nampak dari tingkah laku yang ditampilkan selama melakukan transaksi. Hansen (dalam Taufik, 2009 : 111) merumuskan empat ciri-ciri dari perkembangan kepribadian yang abnormal, yaitu :

1.      Kecenderungan untuk memilih posisi devolusioner, obvolusioner, dan pada dirinya ada unsur tidak OK
2.      Kecenderungan untuk menggunakan ego state yang tunggal
3.      Ego state yang ditampilkannya terlalu cair
4.      Ego state-nya tercemar.

H.     TUJUAN DAN PROSES KONSELING
Secara umum, tujuan yang hendak dicapai dalam konseling analisis transaksional adalah membantu klien agar dapat memahami sifat dan jenis transaksi mereka dengan orang lain sewaktu dia bertransaksi. Pemahaman ini akan berguna bagi klien agar bisa merespon orang lain secara langsung, menyeluruh, dan akrab. Adapun tujuan dari konseling ini, ialah :
1.   Mendekontaminasikan ego state yang terganggu
2.   Membantu mengunakan ketiga ego state yang terganggu
3.   Membantu menggunakan ego state adult secara optimal
4.   Mendorong berkembangnya life position SOKO dan lifi script baru dan produktif.





Eko Susanto (http://eko13.wordpress.com/) mengemukakan bahwa tujuan dari konseling ini adalah :

  1. Membantu klien dalam memprogram pribadinya.
  2. Klien dibantu untuk menjadi bebas dalam berbuat, bermain, dan menjadi orang mandiri dalam memilih apa yang mereka inginkan.
  3. Klien dibantu mengkaji keputusan yang telah dibuat dan membuat keputusan baru atas dasar kesadaran.
  4. Teknik-teknik daftar cek, analisis script atau kuisioner digunakan untuk mengenal keputusan yang telah dibuat sebelumnya.
  5. Klien berpartisipasi aktif dalam diagnosis dan diajar untuk membuat tafsiran dan pertimbangan nilai sendiri.
  6. Teknik konfrontasi juga dapat digunakan dalam analisis transaksional dan pengajuan pertanyaan merupakan pendeatan dasar.
  7. untuk berlangsungnya konseling kontrak antara konselor dan klien sangat diperlukan.

Apabila konselor berkehendak, menggunakan model analisis transaksional dalam membantu klien, maka dia hendaknya memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan analisis struktur kepribadian, transaksi, dan naskah hidup. Berikut ini akan dibahas hal-hal yang harus diperhatikan konselor dalam melakukan konseling dengan menggunakan analisis transaksional, yaitu :

1.    Analisis Struktur
Menjelaskan kepada klien bahwasanya kita sebagai indvidu mengemban tiga ego state dan menjelaskan tentang ego state itu satu persatu, sehingganya individu itu sadar ego state yang mana yang lebih dominan dalam dirinya.

2.    Analisis Transaksional
Konselor menganalisis pola transaksi dalam kelompok, sehingganya konselor dapat mengetahui ego state yang mana yang lebih dominan dan apakah ego state yang ditampilkan tersebut sudah tepat atau belum.

3.    Analisis Permainan
Konselor menganalisis suasana permainan yang diikuti oleh klien untuk mendapat sentuhan, setelah itu dilihat apakah kline mampu menanggung resiko atau malah bergerak kearah resiko yang tingkatnya lebih rendah.

4.    Analisis Naskah Hidup
Hal ini dilakukan apabila konselor sudah meyakini bahwasanya kliennya terjangkiti posisi hidup yang tidak sehat.

I.        TEKNIK-TEKNIK KONSELING
Tugas utama konselor yang menggunakan analisis transaksional adalah mengajar bahasa dan ide-ide sistem untuk mendiagnosa transaksi. Konselor transaksional selalu aktif, menghindarkan keadaan diam yang terlalu lama, dan mempunyai tanggung jawab untuk memelihara perhatian pada transaksi.

Tugas Teknik konseling yang digunakan adalah :

1.    Permission
Memperbolehkan klien melakukan apa yang tidak boleh dilakukan oleh orang tuanya.

2.    Protection
Melindungi klien dari ketakutan karena klien disuruh melanggar terhadap peraturan orang tuanya.

3.    Potency
Mendorong klien untuk menjauhkan diri klien dari injuction yang diberikan orang tuanya.

4.    Operation
a).   Interrogation
Mengkonfrontasikan kesenjangan-kesenjangan yang terjadi pada diri klien sehingganya berkembang respon adult dalam dirinya.
b).   Specification
Mengkhususkan hal-hal yang dibicarakan sehingganya klien paham tentang ego statenya.
c).   Confrontation
Menunjukkan  kesenjangan atau ketidak beresan pada diri klien.
d).   Explanation
Transaksi adult-adult yang terjadi antara konselor dengan klien untuk menjelaskan mengapa hal ini terjadi (konselor mengajar klien).
e).   Illustration
Memberikan contoh pengajaran kepada klien agar ego state-nya digunakan  secara tepat.  
f).    Confirmation
Mendorong klien untuk bekerja lebih keras lagi.
g).   Interpretation
Membantu klien menyadari latar belakang dari tingkah lakunya.


h).   Crystallization
Menjelaskan kepada klien bahwasanya klien sudah boleh mengikuti games untuk mendapatkan stroke yang diperlukannya.

J.        SUMBANGAN DAN KONTRIBUSI KONSTRAN
Konsep-konsep teori analisis transaksional bermanfaat bagi konselor dalam menemukan aspek-aspek yang dominan berpengaruh dalam diri klien terutama pada hubungan sosialnya. Konselor dalam menganalisis masalah klien dapat dengan melihat bagaimana klien tersebut bertransaksi selama ini dengan orang lain dalam lingkungannya. Selain itu, Taufik (2009 : 117) juga mengemukakan bahwa konsep-konsep transaksi analisis lebih banyak dalam kegiatan konseling kelompok.

Beberapa kekuatan konseling analisis transaksional menurut Mohamad Surya (2003 : 46),  yaitu :

1.      Terminologi yang sederhana dapat dipelajari dengan mudah diterapkan dengan segera pada perilaku yang kompleks.
2.      Klien diharapkan dan didorong untuk mencoba dalam hubungan di luar ruang konseling untuk mengubah tingkah laku yang salah.
3.      Perilaku klien disini dan sekarang, merupakan cara untuk membawa perbaikan klien.
4.      Penekanan pada pengalaman masa kini dan lingkungan sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar