KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
A. Kesehatan
Reproduksi
1. Pengertian
Kesehatan Reproduksi
Konferensi Internasional tentang wanita dilaksanakan
di Beijing tahun 1995, di Haque tahun 1999, di New York tahun 2000, menyepakati
definisi kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan
sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam
semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya
(Widyastuti dkk, 2009: 1). Kesehatan reproduksi secara umum didefinisikan
sebagai kondisi sehat dari sistem, fungsi dan proses alat reproduksi.
Pengertian tersebut tidak semata berarti bebas penyakit atau bebas dari
kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial-kultural (Depkes, 2001:
3). Dari pengertian diatas dapat penulis simpulkan definisi kesehatan
reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial-kultural secara
utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam semua
hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya.
Konseling KRR merupakan suatu bentuk komunikasi dua arah yang dilakukan
antara dua pihak. pihak pertama adalahkonselor, membantu pihak lainnya yaitu
klien dalam memecahkan masalah kesehatan reproduksi remaja yang dihadapinya.
2. Ruang
Lingkup Kesehatan Reproduksi
Secara garis besar, ruang lingkup kesehatan
reproduksi (BKKBN, 2001: 6) meliputi:
a. Kesehatan
ibu dan bayi baru lahir
b. Kesehatan
reproduksi remaja
c. Pencegahan
dan penanggulangan pada penyimpangan seksual dan napza yang dapat berakibat
pada HIV/AIDS
d. Kesehatan
reproduksi pada usia lanjut
Uraian ruang lingkup kesehatan reproduksi remaja
berdasarkan pada pendekatan siklus kehidupan, yakni memperhatikan kekhususan
kebutuhan penanganan sistem reproduksi pada setiap fase kehidupan, serta
kesinambungan antar fase kehidupan tersebut. Ini dikarenakan masalah kesehatan
reproduksi pada setiap fase kehidupan dapat diperkirakan, maka apabila tidak
ditangani dengan baik maka akan berakibat buruk bagi masa kehidupan
selanjutnya. Salah satu ruang lingkup kesehatan reproduksi dalam siklus
kehidupan adalah kesehatan reproduksi remaja. Tujuan dari program kesehatan
reproduksi remaja adalah untuk membantu remaja agar memahami kesehatan
reproduksi, sehingga remaja memiliki sikap dan perilaku sehat serta bertanggung
jawab kaitannya dengan masalah kehidupan reproduksi (Widyastuti dkk, 2009: 5).
3. Tujuan
Konseling KRR
Konseling KRR bertujuan untuk
membantu Kliennya dengan menggali kondisi dan permasalahan klien serta
memberikan informasi KRR yang tepat dan benar, agar klien mampu dan mengenali
serta memahami kondisi dan permasalahan KRR yang sedang dihadapinya, sehingga
klien mampu mengambil keputusan dalam memecahkan permasalahannya.
4. Dasar
Konselor KRR
Konselor KRR atau petugas yang akan
melakukan konseling KRR (Petugas konseling) diharapkan memiliki latar belakang
sebagai berikut :
a. Memiliki
pengalaman dalam kegiatan-kegiatan KRR
b. Memiliki
minat yang sungguh-sungguh untuk membantu klien
c. Terbuka
terhadap pendapat orang lain, fleksibel/luwes dalam komunikasi
d. Menghargai
dan menghormati klien
e. Peka
terhadap perasaan orang lain
f. Jujur dan
dipercaya dan mampu memegang rasa
5. Pandangan
Islam tentang Kesehatan Reproduksi
Manusia adalah makhluk Allah yang diciptakan dalam
bentuk sebaik-baiknya, yang mempunyai keutamaan dibanding makhluk lain.
Keutamaan tersebut adalah akal, nafsu dan agama. Akal membedakan manusia dari
binatang, nafsu membedakan manusia dengan benda dan agama membedakan manusia
sebagai insan mulia.
Pengertian Kesehatan
Reproduksi ini mencakup tentang hal-hal sebagai berikut: 1) Hak
seseorang untuk dapat memperoleh kehidupan seksual yang aman dan memuaskan
serta mempunyai kapasitas untuk bereproduksi; 2) Kebebasan untuk memutuskan
bilamana atau seberapa banyak melakukannya; 3) Hak dari laki-laki dan perempuan
untuk memperoleh informasi serta memperoleh aksebilitas yang aman, efektif,
terjangkau baik secara ekonomi maupun kultural; 4) Hak untuk mendapatkan
tingkat pelayanan kesehatan yang memadai sehingga perempuan mempunyai
kesempatan untuk menjalani proses kehamilan secara aman.
Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat
berdampak buruk bagi kesehatan repoduksi yaitu :
- Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama
kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual
dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil).
- Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek
tradisional yang berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan
banyak anak banyak rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang
membingungkan anak dan remaja karena
saling berlawanan satu dengan yang lain, dsb).
- Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang
tua pada remaja, depresi karena ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak
berharga wanita pada pria yang membeli kebebasannya secara materi, dsb).
- Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada
saluran reproduksi pasca penyakit menular seksual,
dsb).
B. Konseling
Kesehatan Reproduksi
1. Pengertian
Konseling Kesehatan Reproduksi
Konseling kesehatan reproduksi adalah proses
pemberian bantuan dari kepada seorang individu atau sekelompok orang yang
memiliki masalah kesehatan reproduksi. Isi percakapan konseling disesuaikan dengan
umur dan permasalahan, perkembangan fisik dan mentalnya, misalnya masalah
pacaran, perilaku seksual, penyakit menular seksual dan kehamilan yang tidak
diinginkan (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, 2009: 5). Menurut BKKBN (2009:
3) konseling kesehatan reproduksi merupakan suatu bentuk komunikasi dua arah
yang dilakukan antara dua pihak. Pihak pertama adalah konselor, membantu pihak
lainnya yaitu klien dalam memecahkan masalah kesehatan reproduksi yang
dihadapinya. Konseling kesehatan reproduksi berorientasi pada klien atau yang lebih
dikenal dengan client centered. Hal ini menekankan peran klien sendiri
dalam proses konseling sampai pengambilan keputusan. Teori ini berpijak pada
keyakinan dasar martabat manusia bahwa bila klien mengalami masalah maka yang
dapat menyelesaikan masalah tersebut adalah inidividu tersebut (Perkumpulan
Keluarga Berencana Indonesia, 2009: 3).
Dari beberapa pendapat ahli diatas dapat penulis
simpulkan bahwa konseling kesehatan reproduksi remaja adalah komunikasi dua
arah antara konselor dan klien tentang masalah kesehatan reproduksi.
2. Tujuan
Konseling Kesehatan Reproduksi
Secara umum tujuan konseling kesehatan reproduksi
ialah memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi secara benar dan proposional.
Konseling kesehatan reproduksi juga membantu klien memperoleh identitas dirinya
dalam pilihan perilaku dan orientasi seks, meningkatkan pengetahuan seksualitas
yang benar serta mengurangi kecemasan yang dialami klien berkaitan dengan
perilaku dan orientasi seksnya. Selain itu, konseling kesehatan reproduksi
menghasilkan perubahan kebiasaan dan perilaku yang bertanggung jawab dan mengajarkan
keterampilan membuat keputusan (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, 2009:
6).
3. Prinsip
Dasar Konseling Kesehatan Reproduksi
Menurut Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia
(2009: 7) prinsip dasar konseling kesehatan reproduksi meliputi:
a. Pemahaman
bahwa mendapatkan mendapatkan informasi kesehatan reproduksi adalah kebutuhan
dan hak klien.
b. Informasi
kesehatan reproduksi yang diberikan lengkap, benar, jujur, dan bertanggung
jawab.
c. Mendampingi
pengambilan keputusan berdasarkan konsekuensi atas pilihan yang diambil.
d. Empati
dan tidak menghakimi.
4. Proses
Konseling Kesehatan Reproduksi
Berikut ini adalah tahapan proses pelaksanaan
konseling kesehatan reproduksi dengan klien individu maupun kelompok
(Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, 2009: 8):
a. Pembukaan,
perkenalan antara konselor dan klien.
b. Rapport
atau
pendekatan kepada klien untuk mencairkan suasana sehingga klien merasa nyaman
dalam mengemukakan masalah.
c. Penggalian
masalah, meliputi latar belakang, situasi konflik, nilai-nilai yang dianut,
pandangan terhadap konflik, dan usaha pemecahan masalah yang sudah maupun
sedang dipertimbangkan untuk dilakukan.
d. Mendiskusikan
alternatif solusi, yang diusahakan muncul dari klien dengan bantuan konselor,
memberikan informasi mengenai kesehatan reproduksi sesuai dengan kebutuhan
klien.
e. Mengajak
klien memilih alternatif solusi yang terbaik.
f. Penutup,
merangkum hasil diskusi dengan klien, mengajak klien menentukan rencana
selanjutnya dan memberikan dukungan bahwa klien mampu mengatasi masalahnya.