Blogger Widgets

Minggu, 17 Mei 2015

KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA

KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
A.    Kesehatan Reproduksi
1.      Pengertian Kesehatan Reproduksi
Konferensi Internasional tentang wanita dilaksanakan di Beijing tahun 1995, di Haque tahun 1999, di New York tahun 2000, menyepakati definisi kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya (Widyastuti dkk, 2009: 1). Kesehatan reproduksi secara umum didefinisikan sebagai kondisi sehat dari sistem, fungsi dan proses alat reproduksi. Pengertian tersebut tidak semata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial-kultural (Depkes, 2001: 3). Dari pengertian diatas dapat penulis simpulkan definisi kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial-kultural secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya.
Konseling KRR merupakan suatu bentuk komunikasi dua arah yang dilakukan antara dua pihak. pihak pertama adalahkonselor, membantu pihak lainnya yaitu klien dalam memecahkan masalah kesehatan reproduksi remaja yang dihadapinya.
2.      Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi
Secara garis besar, ruang lingkup kesehatan reproduksi (BKKBN, 2001: 6) meliputi:
a.    Kesehatan ibu dan bayi baru lahir
b.    Kesehatan reproduksi remaja
c.    Pencegahan dan penanggulangan pada penyimpangan seksual dan napza yang dapat berakibat pada HIV/AIDS
d.   Kesehatan reproduksi pada usia lanjut
Uraian ruang lingkup kesehatan reproduksi remaja berdasarkan pada pendekatan siklus kehidupan, yakni memperhatikan kekhususan kebutuhan penanganan sistem reproduksi pada setiap fase kehidupan, serta kesinambungan antar fase kehidupan tersebut. Ini dikarenakan masalah kesehatan reproduksi pada setiap fase kehidupan dapat diperkirakan, maka apabila tidak ditangani dengan baik maka akan berakibat buruk bagi masa kehidupan selanjutnya. Salah satu ruang lingkup kesehatan reproduksi dalam siklus kehidupan adalah kesehatan reproduksi remaja. Tujuan dari program kesehatan reproduksi remaja adalah untuk membantu remaja agar memahami kesehatan reproduksi, sehingga remaja memiliki sikap dan perilaku sehat serta bertanggung jawab kaitannya dengan masalah kehidupan reproduksi (Widyastuti dkk, 2009: 5).
3.      Tujuan Konseling KRR
Konseling KRR bertujuan untuk membantu Kliennya dengan menggali kondisi dan permasalahan klien serta memberikan informasi KRR yang tepat dan benar, agar klien mampu dan mengenali serta memahami kondisi dan permasalahan KRR yang sedang dihadapinya, sehingga klien mampu mengambil keputusan dalam memecahkan permasalahannya.
4.      Dasar Konselor KRR
Konselor KRR atau petugas yang akan melakukan konseling KRR (Petugas konseling) diharapkan memiliki latar belakang sebagai berikut :
a.       Memiliki pengalaman dalam kegiatan-kegiatan KRR
b.      Memiliki minat yang sungguh-sungguh untuk membantu klien
c.       Terbuka terhadap pendapat orang lain, fleksibel/luwes dalam komunikasi
d.      Menghargai dan menghormati klien
e.       Peka terhadap perasaan orang lain
f.       Jujur dan dipercaya dan mampu memegang rasa
5.      Pandangan Islam tentang Kesehatan Reproduksi
Manusia adalah makhluk Allah yang diciptakan dalam bentuk sebaik-baiknya, yang mempunyai keutamaan dibanding makhluk lain. Keutamaan tersebut adalah akal, nafsu dan agama. Akal membedakan manusia dari binatang, nafsu membedakan manusia dengan benda dan agama membedakan manusia sebagai insan mulia.
Pengertian Kesehatan Reproduksi ini mencakup tentang hal-hal sebagai berikut: 1) Hak seseorang untuk dapat memperoleh kehidupan seksual yang aman dan memuaskan serta mempunyai kapasitas untuk bereproduksi; 2) Kebebasan untuk memutuskan bilamana atau seberapa banyak melakukannya; 3) Hak dari laki-laki dan perempuan untuk memperoleh informasi serta memperoleh aksebilitas yang aman, efektif, terjangkau baik secara ekonomi maupun kultural; 4) Hak untuk mendapatkan tingkat pelayanan kesehatan yang memadai sehingga perempuan mempunyai kesempatan untuk menjalani proses kehamilan secara aman.
Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan repoduksi yaitu :
  1. Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil).
  2. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan satu dengan yang lain, dsb).
  3. Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi karena ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita pada pria yang membeli kebebasannya secara materi, dsb).
  4. Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit menular seksual, dsb).
B.     Konseling Kesehatan Reproduksi
1.      Pengertian Konseling Kesehatan Reproduksi
Konseling kesehatan reproduksi adalah proses pemberian bantuan dari kepada seorang individu atau sekelompok orang yang memiliki masalah kesehatan reproduksi. Isi percakapan konseling disesuaikan dengan umur dan permasalahan, perkembangan fisik dan mentalnya, misalnya masalah pacaran, perilaku seksual, penyakit menular seksual dan kehamilan yang tidak diinginkan (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, 2009: 5). Menurut BKKBN (2009: 3) konseling kesehatan reproduksi merupakan suatu bentuk komunikasi dua arah yang dilakukan antara dua pihak. Pihak pertama adalah konselor, membantu pihak lainnya yaitu klien dalam memecahkan masalah kesehatan reproduksi yang dihadapinya. Konseling kesehatan reproduksi berorientasi pada klien atau yang lebih dikenal dengan client centered. Hal ini menekankan peran klien sendiri dalam proses konseling sampai pengambilan keputusan. Teori ini berpijak pada keyakinan dasar martabat manusia bahwa bila klien mengalami masalah maka yang dapat menyelesaikan masalah tersebut adalah inidividu tersebut (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, 2009: 3).
Dari beberapa pendapat ahli diatas dapat penulis simpulkan bahwa konseling kesehatan reproduksi remaja adalah komunikasi dua arah antara konselor dan klien tentang masalah kesehatan reproduksi.
2.      Tujuan Konseling Kesehatan Reproduksi
Secara umum tujuan konseling kesehatan reproduksi ialah memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi secara benar dan proposional. Konseling kesehatan reproduksi juga membantu klien memperoleh identitas dirinya dalam pilihan perilaku dan orientasi seks, meningkatkan pengetahuan seksualitas yang benar serta mengurangi kecemasan yang dialami klien berkaitan dengan perilaku dan orientasi seksnya. Selain itu, konseling kesehatan reproduksi menghasilkan perubahan kebiasaan dan perilaku yang bertanggung jawab dan mengajarkan keterampilan membuat keputusan (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, 2009: 6).
3.      Prinsip Dasar Konseling Kesehatan Reproduksi
Menurut Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (2009: 7) prinsip dasar konseling kesehatan reproduksi meliputi:
a.       Pemahaman bahwa mendapatkan mendapatkan informasi kesehatan reproduksi adalah kebutuhan dan hak klien.
b.      Informasi kesehatan reproduksi yang diberikan lengkap, benar, jujur, dan bertanggung jawab.
c.       Mendampingi pengambilan keputusan berdasarkan konsekuensi atas pilihan yang diambil.
d.      Empati dan tidak menghakimi.
4.      Proses Konseling Kesehatan Reproduksi
Berikut ini adalah tahapan proses pelaksanaan konseling kesehatan reproduksi dengan klien individu maupun kelompok (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, 2009: 8):
a.       Pembukaan, perkenalan antara konselor dan klien.
b.      Rapport atau pendekatan kepada klien untuk mencairkan suasana sehingga klien merasa nyaman dalam mengemukakan masalah.
c.       Penggalian masalah, meliputi latar belakang, situasi konflik, nilai-nilai yang dianut, pandangan terhadap konflik, dan usaha pemecahan masalah yang sudah maupun sedang dipertimbangkan untuk dilakukan.
d.      Mendiskusikan alternatif solusi, yang diusahakan muncul dari klien dengan bantuan konselor, memberikan informasi mengenai kesehatan reproduksi sesuai dengan kebutuhan klien.
e.       Mengajak klien memilih alternatif solusi yang terbaik.
f.       Penutup, merangkum hasil diskusi dengan klien, mengajak klien menentukan rencana selanjutnya dan memberikan dukungan bahwa klien mampu mengatasi masalahnya.


KESEHATAN DI LINGKUNGAN KERJA

KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA

A.    Pengertian
Pengertian kesehatan lingkungan menurut WHO (World Health Organization) adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia.
Sedangkan menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia), kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.
Lingkungan kerja adalah sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan yang mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan (Nitisemito, 1992:25). Selanjutnya menurut Sedarmayati (2001:1) lingkungan kerja merupakan kseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok.

B.     Sasaran
1.      Lingkungan kerja industri
2.      Lingkungan kerja perkantoran

C.    Syarat kesehatan lingkungan kerja
Gangguan kesehatan bisa menimpa kepada semua pekerja baik yang bekerja di lapangan ataupun di perkantoran. Tak berbeda dengan kondisi di lapangan, maka lokasi kerja di perkantoran juga dapat menimbulkan terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan. Dalam safety talk kali ini akan di bahas tentang persyaratan kesehatan pada  Lokasi kerja di perkantoran berdasarkan KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1405/MENKES/SK/XI/2002. Diharapkan dengan lokasi perkantoran yang sesuai dengan persyaratan yang telah ada, maka gangguan kesehatan bagi para pekerja yang setiap hari bekerja di lokasi tersebut bisa dicegah.
Persyaratan kesehatan yang berhubungan dengan lingkungan kerja perkantoran dan industri meliputi : persyaratan air, udara, limbah, pencahayaan, kebisingan, getaran, radiasi, vektor penyakit, perrsyaratan  kesehatan lokasi, ruang dan bangunan, toilet dan instalasi.
1.      Air Bersih
Kualitas air bersih memenuhi syarat kesehatan yang meliputi persyaratan fisika, kimia, mikrobiologi dan radioaktif sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Air bersih adalah air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan dapat diminum apabila dimasak.
2.      Udara Ruangan
Suhu dan kelembaban yang ditetapkan utuk area perkantoran adalah
a.       Suhu : 18 – 28 derajat C
b.      Kelembaban : 40 % - 60 %
c.       Debu dikontrol dengan selalu dipel dengan kain basah atau vacuum pump
d.      Pertukaran Udara dengan cara menggunakan AC atau ventilasi minimal 15% dari l   uas lantai
e.       Gas pencemar, tidak boleh melebihi konsentrasi maksimum
f.       Mikroba, angka kuman dalam udara tidak melebihi batas
3.      Limbah
a.       Limbah padat / sampah
Setiap perkantoran harus dilengkapi dengan tempat sampah dari bahan yang kuat.
b.      Limbah cair
Kualitas efluen harus memenuhi syarat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Saluran limbah cair harus kedap air, tertutup, limbah cair dapat mengalir dengan lancar dan tidak menimbulkan bau. Semua limbah cair harus dilakukan pengolahan lebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan minimal dengan tengki septik.
4.      Pencahayaan Di Ruangan
Persyaratan Intensitas cahaya di ruang kerja minimal 100 lux.
5.      Kebisingan Di Ruangan
Tingkat kebisingan di ruang kerja maksimal 85 dBA
6.      Getaran Di Ruangan
Tingkat getaran maksimal untuk kenyamanan dan kesehatan karyawan harus memenuhi syarat No. FREKUENSI TINGKAT GETARAN MAKSIMAL(dalam mikron = 10 –6 M)
7.      Radiasi Di Ruangan
Tingkat radiasi medan listrik dan medan magnit listrik di tempat kerja adalah sebagai berikut :
a.       Medan listrik :
a.       Sepanjang hari kerja : maksimal 10 kV/m.
b.      Waktu singkat sampai dengan 2 jam per hari maksimal 30 kV/m.
b.      Medan magnit listrik :
a.       Sepanjang hari kerja : maksimal 0,5 mT (mili Tesla).
b.      Waktu singkat sampai dengan 2 jam per hari : 5 mT
8.      Vektor Penyakit
a.       Serangga penular penyakit
b.      Vektor penyakit adalah binatang yang dapat menjadi perantara penular
c.       berbagai penyakit tertentu (misalnya serangga).
a.       Indeks lalat : maksimal 8 ekor/fly grill (100 x 100 cm) dalam pengukuran 30 menit.
b.      Indeks kecoa : maksimal 2 ekor/plate (20 x 20 cm) dalam pengukuran 24 jam.
c.       Indeks nyamuk Aedes aegypti : container indeks tidak melebihi 5%.
d.      Tikus :Setiap ruang kantor harus bebas tikus.
9.      Ruang Dan Bangunan
Bangunan harus kuat, terpelihara, bersih dan tidak memungkinkan terjadinya gangguan kesehatan dan kecelakaan.  Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata,bersih dan tidak licin.
10.  Toilet
Toilet karyawan wanita terpisah dengan toilet untuk karyawan pria. Setiap kantor harus memiliki toilet dengan jumlah wastafel, jamban dan peturasan minimal.
11.  Instalasi
Instalasi listrik, pemadam kebakaran, air bersih, air kotor, air limbah, air hujan harus dapat menjamin keamanan sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku. Bangunan kantor yang lebih tinggi dari 10 meter atau lebih tinggi dari bangunan lain disekitarnya harus dilengkapi dengan penangkal petir.

D.    Ruang lingkup
Menurut UU No 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan (Pasal 22 ayat 3), ruang lingkup kesehatan lingkungan sebagai berikut :
1.      Penyehatan Air dan Udara
2.      Pengamanan Limbah padat/sampah
3.      Pengamanan Limbah cair
4.      Pengamanan limbah gas
5.      Pengamanan radiasi
6.      Pengamanan kebisingan
7.      Pengamanan vektor penyakit
8.      Penyehatan dan pengamanan lainnya : Misal Pasca bencana.

E.     Tujuan
1.      Melakukan koreksi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan ancaman pada kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.
2.      Melakukan usaha pencegahan dengan cara mengatur sumber-sumber lingkungan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.
3.      Melakukan kerja sama dan menerapkan program terpadu di antara masyarakat dan institusi pemerintah serta lembaga nonpemerintah dalam menghadapi bencana alam atau wabah penyakit menular.

F.     Prinsip dasar kesehatan kerja
Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyeserasian antara kapasitas, beban, dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat disekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal. Konsep dasar dari upaya kesehatan kerja ini adalah mengidentifikasi permasalahan, mengevaluasi, dan dilanjutkan dengan tindakan pengendalian. Sasaran kesehatan kerja adalah manusia dan meliputi aspek kesehatan dari pekerja itu sendiri.

G.    Ruang lingkup kesehatan kerja
Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyeserasian antara pekerja dan lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis dalam hal cara atau metode, proses, dan kondisi pekerjaan yang bertujuan untuk:
1.      Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di semua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun kesejahteraan sosialnya.
2.      Mencegah timbulnya gangguan kesehatan kerja pada masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh keadaan atau kondisi lingkungan kerjanya.
3.      Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan kesehatan.
4.      Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerja.

H.    Kapasitas, beban dan lingkungan kerja
Kapasita, beban dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama dalan kesehatan kerja, dimanan hubungan interaktif dan serasi antara tiga kompnen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang baik dan optimal. Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seorang pekerja dapat melakukan pekerjaanya dengan baik.
Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Beban kerja yang terlalu berat dengan kemampuan fisik yang lemah akan mengakibatkan pekerja mengalami gangguan atau penyakit.
Lingkungan kerja misalnya panas, bising debu, zat-zat kimia dan lain-lain ini dapat menjadi beban tambahan terhadap pekerja. Dan hal ini juga dapat menambah beban kerja yang dapat mengakibatkan gangguan dan penyakit.

I.       Langkah mengantisipasi bahaya lingkungan kerja
1.      Pengenalan lingkungan kerja dilakukan dengan melihat dan mengenal pekerjaan tersebut.
2.      Evaluasi lingkungan kerja. Ini merupakan tahap penilaian karakteristik dan besarnya potensi yang dapat menimbulkan bahaya.

3.      Pengendalian lingkungan kerja. Pengendalian ini dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan bahaya yang mungkin timbul.

KONSELING KESEHATAN KLIEN DI SEKOLAH

KONSELING KESEHATAN DI SEKOLAH
Pengertian
Upaya pemberian bantuan yang dilakukan oleh konselor berkenaan dengan upaya mengembangkan pemahaman dan kemampuan untuk memelihara kesehatan di lingkungan sekolah agar masing-masig warga sekolah dapat mencapai kehidupan efektif sehari-hari dan terhindar dari kehidupan sehari-hari terganggu sehingga aspek moral, spiritual, intelektual, emosional maupun sosial dapat berkembang dengan baik. Dengan tujuan meningkatkan kemampuan hidup sehat warga sekolah dalam lingkungan hidup sehat sehingga warga sekolah dapat mengembangkan pemahaman dan kemampuan untuk memelihara kesehatan.
Usaha kesehatan sekolah atau UKS merupakan usaha yang dilakukan sekolah untuk menolong murid dan juga warga sekolah yang sakit di kawasan lingkungan sekolah. UKS biasanya dilakukan di ruang kesehatan suatu sekolah.
Menurut Notoatmojo (2007), pendidikan kesehatan dapat menghasilkan perubahan atau peningkatan dan akan berpengaruh pada sikap dan perilaku. Perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku kesehatan dapat meningkatkan ketrampilan dalam melaksanakan hidup sehat.  Sementara menurut Depkes RI (2006), Usaha Kesehatan Sekolah adalah wahana belajar mengajar untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat, sehingga meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik yang harmonis dan optimal, agar menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.  Pendidikan kesehatan juga diarahkan untuk membiasakan hidup sehat agar memiliki pengetahuan, sikap, ketrampilan untuk melaksanakan prinsip hidup sehat, serta aktif berpartisipasi dalam usaha kesehatan baik lingkungan sekolah, di lingkungan rumah tangga maupun lingkungan masyarakat.

UKS
Ruang lingkup program Usaha Kesehatan sekolah tercermin dalam Tri Program Usaha Kesehatan Sekolah (TRIAS UKS) yaitu penyelenggaraan pendidikan kesehatan, penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat.
Berikut beberapa hal terkait program UKS yang perlu kita ketahui: Berdasarkan aspek definisi, Pengertian Usaha Kesehatan Sekolah antara sebagai berikut :
1.                   Menurut Departemen Pendidikan & Kebudayaan,     UKS adalah upaya membina dan mengembangkan kebiasaan hidup sehat yang dilakukan secara terpadu melalui program pendidikan dan yankes di sekolah, perguruan agama serta usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka pembinaan dan pemeliharaan kesehatan dilin program Lingkungan sekolah
2.                   Menurut Depkes RI: UKS adalah usaha kesehatan masyarakat yang dijalankan di sekolah-sekolah dengan anak didik beserta lingkungan hidupnya sebagai sasaran utama.UKS merupakan wahana untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan selanjutnya membentuk perilaku hidup sehat, yang pada gilirannya menghasilkan derajat kesehatan yang optimal
3.                   Menurut Azrul Azwar: UKS adalah bagian dari usaha kesehatan pokok yang menjadi beban tugas puskesmas yang ditujukan kepada sekolah-sekolah dengan anak beserta lingkungan hidupnya, dalam rangka mencapai keadaan kesehatan anak sebaik-baiknya dan sekaligus meningkatkan prestasi belajar anak sekolah setinggi-tingginya
Tujuan diselenggarakannya program UKS, secara umum untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan peserta didik serta menciptakan lingkungan sehat sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan anak yang harmonis dan optimal dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya. Sedangkan tujuan khusus untuk memupuk kebiasaan hidup sehat dan meningkatkan derajat kesehatan peserta didik yang mencakup :
  1. Penurunan angka kesakitan anak sekolah.
  2. Peningkatan kesehatan peserta didik (fisik, mental, sosial)
  3. Agar peserta didik memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk melaksanakan prinsip-prinsip hidup sehat serta berpartisipasi aktif dalam usaha peningkatan kesehatan di sekolah.
  4. Meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan terhadap anak sekolah.
  5. Meningkatkan daya tangkal dan daya hayat terhadap pengaruh buruk narkotika, rokok, alkohol dan obat-obatan berbahaya lainnya.
Sedangkan sasaran program UKS meliputi seluruh peserta baik pada tingkat sekolah taman kanak-kanak, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan agama, pendidikan kejuruan, maupun pendidikan khusus (sekolah luar biasa). Sementara pada tingkat Sekolah Dasar program UKS lebih diprioritaskan pada kelas 1, 3, 6, antara lain dengan pertimbangan, pada kelas 1, merupakan fase penyesuaian pada lingkungan sekolah baru, juga terkait imunisasi ulangan.  dan lepas dari pengawasan orang tua, kemungkinan kontak dengan berbagai penyebab penyakit lebih besar, saat yang baik untuk diimunisasi ulangan. Pada kelas 3, dengan tujuan evaluasi hasil pelaksanaan UKS pada kelas, sementara pada kelas 6 sebagai persiapan kesehatan pada peserta didik ke jenjang pendidikan selanjutnya.
Pembina UKS
Pembinaan program UKS, pada tingkat Kabupaten dan Kecamatan dibentuk dengan membentuk tim pembina usaha kesehatan sekolah (TPUKS). Beberapa kegiatan TPUKS tersebut antara lain meliputi:
  1. Pembinaan sarana keteladanan gizi, seperti kantin sekolah.
  2. Pembinaan sarana keteladanan lingkungan, seperti pemeliharaan dan pengawasan pengelolaan sampah, SPAL, WC dan kamar mandi, kebersihan kantin sekolah, ruang UKS dan ruang kelas,  usaha mencegah pengendalian vektor penyakit.
  3. Pembinaan personal higiene peserta didik dengan pemeriksaan rutin kebersihan kuku, telinga, rambut, gigi, serta dengan mengajarkan cara gosok gigi yang benar.
  4. Pengembangan kemampuan peserta didik untuk berperan aktif dalam pelayanan kesehatan antara lain dalam bentuk kader kesehatan sekolah dan dokter kecil
  5. Penjaringan kesehatan peserta didik baru
  6. Pemeriksaan kesehatan secara periodik
  7. Imunisasi, pengawasan sanitasi air, usaha P3K di sekolah
  8. Rujukan medik, penanganan kasus anemia
  9. Forum komunikasi terpadu dan pencatatan dan pelaporan
Pelaksana program UKS antara lain meliputi guru UKS, peserta didik, Tim UKS Puskesmas, serta masyarakat sekolah (komite sekolah). Pada tingkat Puskesmas, dengan seorang koordinator pelaksana terdiri dari dokter, perawat, petugas imunisasi, pelaksana gizi, serta sanitarian.
Prinsip-prinsip pengelolaan UKS :
  1. Mengikutsertakan peran serta masyarakat sekolah, yang antara lain meliputi  guru, peserta didik, karyawan sekolah, Komite Sekolah (orang tua murid).
  2. Kegiatan yang terintegrasi, dengan pelayanan kesehatan menyeluruh yang menyangkut segala upaya kesehatan pokok puskesmas sebagai satu kesatuan yang utuh dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan peserta didik.
  3. Melaksanakan rujukan, dengan mengatasi masalah kesehatan yang tak dapat diatasi di sekolah ke fasilitas kesehatan seperti Puskesmas atau rumah sakit.
  4. Kolaborasi tim, dengan melibatkan kerja sama lintas sektoral dengan pembagian tugas pokok dan fungsi yang jelas
Kegiatan-kegiatan UKS
Kegiatan UKS meliputi antara lain :
a.       Pemeriksaan kesehatan (kehatan gigi dan mulut, mata telinga dan tenggerokan, kulit dan rambut),
b.      Pemeriksaan perkembangan kecerdasan,
c.       Pemberian imunisasi,
d.      Penemuan kasus-kasus dini,
e.       Pengobatan sederhana,
f.       Pertolongan pertama.

g.      Rujukan