Blogger Widgets

Minggu, 17 Mei 2015

KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA

KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
A.    Kesehatan Reproduksi
1.      Pengertian Kesehatan Reproduksi
Konferensi Internasional tentang wanita dilaksanakan di Beijing tahun 1995, di Haque tahun 1999, di New York tahun 2000, menyepakati definisi kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya (Widyastuti dkk, 2009: 1). Kesehatan reproduksi secara umum didefinisikan sebagai kondisi sehat dari sistem, fungsi dan proses alat reproduksi. Pengertian tersebut tidak semata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial-kultural (Depkes, 2001: 3). Dari pengertian diatas dapat penulis simpulkan definisi kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial-kultural secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya.
Konseling KRR merupakan suatu bentuk komunikasi dua arah yang dilakukan antara dua pihak. pihak pertama adalahkonselor, membantu pihak lainnya yaitu klien dalam memecahkan masalah kesehatan reproduksi remaja yang dihadapinya.
2.      Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi
Secara garis besar, ruang lingkup kesehatan reproduksi (BKKBN, 2001: 6) meliputi:
a.    Kesehatan ibu dan bayi baru lahir
b.    Kesehatan reproduksi remaja
c.    Pencegahan dan penanggulangan pada penyimpangan seksual dan napza yang dapat berakibat pada HIV/AIDS
d.   Kesehatan reproduksi pada usia lanjut
Uraian ruang lingkup kesehatan reproduksi remaja berdasarkan pada pendekatan siklus kehidupan, yakni memperhatikan kekhususan kebutuhan penanganan sistem reproduksi pada setiap fase kehidupan, serta kesinambungan antar fase kehidupan tersebut. Ini dikarenakan masalah kesehatan reproduksi pada setiap fase kehidupan dapat diperkirakan, maka apabila tidak ditangani dengan baik maka akan berakibat buruk bagi masa kehidupan selanjutnya. Salah satu ruang lingkup kesehatan reproduksi dalam siklus kehidupan adalah kesehatan reproduksi remaja. Tujuan dari program kesehatan reproduksi remaja adalah untuk membantu remaja agar memahami kesehatan reproduksi, sehingga remaja memiliki sikap dan perilaku sehat serta bertanggung jawab kaitannya dengan masalah kehidupan reproduksi (Widyastuti dkk, 2009: 5).
3.      Tujuan Konseling KRR
Konseling KRR bertujuan untuk membantu Kliennya dengan menggali kondisi dan permasalahan klien serta memberikan informasi KRR yang tepat dan benar, agar klien mampu dan mengenali serta memahami kondisi dan permasalahan KRR yang sedang dihadapinya, sehingga klien mampu mengambil keputusan dalam memecahkan permasalahannya.
4.      Dasar Konselor KRR
Konselor KRR atau petugas yang akan melakukan konseling KRR (Petugas konseling) diharapkan memiliki latar belakang sebagai berikut :
a.       Memiliki pengalaman dalam kegiatan-kegiatan KRR
b.      Memiliki minat yang sungguh-sungguh untuk membantu klien
c.       Terbuka terhadap pendapat orang lain, fleksibel/luwes dalam komunikasi
d.      Menghargai dan menghormati klien
e.       Peka terhadap perasaan orang lain
f.       Jujur dan dipercaya dan mampu memegang rasa
5.      Pandangan Islam tentang Kesehatan Reproduksi
Manusia adalah makhluk Allah yang diciptakan dalam bentuk sebaik-baiknya, yang mempunyai keutamaan dibanding makhluk lain. Keutamaan tersebut adalah akal, nafsu dan agama. Akal membedakan manusia dari binatang, nafsu membedakan manusia dengan benda dan agama membedakan manusia sebagai insan mulia.
Pengertian Kesehatan Reproduksi ini mencakup tentang hal-hal sebagai berikut: 1) Hak seseorang untuk dapat memperoleh kehidupan seksual yang aman dan memuaskan serta mempunyai kapasitas untuk bereproduksi; 2) Kebebasan untuk memutuskan bilamana atau seberapa banyak melakukannya; 3) Hak dari laki-laki dan perempuan untuk memperoleh informasi serta memperoleh aksebilitas yang aman, efektif, terjangkau baik secara ekonomi maupun kultural; 4) Hak untuk mendapatkan tingkat pelayanan kesehatan yang memadai sehingga perempuan mempunyai kesempatan untuk menjalani proses kehamilan secara aman.
Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan repoduksi yaitu :
  1. Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil).
  2. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan satu dengan yang lain, dsb).
  3. Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi karena ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita pada pria yang membeli kebebasannya secara materi, dsb).
  4. Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit menular seksual, dsb).
B.     Konseling Kesehatan Reproduksi
1.      Pengertian Konseling Kesehatan Reproduksi
Konseling kesehatan reproduksi adalah proses pemberian bantuan dari kepada seorang individu atau sekelompok orang yang memiliki masalah kesehatan reproduksi. Isi percakapan konseling disesuaikan dengan umur dan permasalahan, perkembangan fisik dan mentalnya, misalnya masalah pacaran, perilaku seksual, penyakit menular seksual dan kehamilan yang tidak diinginkan (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, 2009: 5). Menurut BKKBN (2009: 3) konseling kesehatan reproduksi merupakan suatu bentuk komunikasi dua arah yang dilakukan antara dua pihak. Pihak pertama adalah konselor, membantu pihak lainnya yaitu klien dalam memecahkan masalah kesehatan reproduksi yang dihadapinya. Konseling kesehatan reproduksi berorientasi pada klien atau yang lebih dikenal dengan client centered. Hal ini menekankan peran klien sendiri dalam proses konseling sampai pengambilan keputusan. Teori ini berpijak pada keyakinan dasar martabat manusia bahwa bila klien mengalami masalah maka yang dapat menyelesaikan masalah tersebut adalah inidividu tersebut (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, 2009: 3).
Dari beberapa pendapat ahli diatas dapat penulis simpulkan bahwa konseling kesehatan reproduksi remaja adalah komunikasi dua arah antara konselor dan klien tentang masalah kesehatan reproduksi.
2.      Tujuan Konseling Kesehatan Reproduksi
Secara umum tujuan konseling kesehatan reproduksi ialah memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi secara benar dan proposional. Konseling kesehatan reproduksi juga membantu klien memperoleh identitas dirinya dalam pilihan perilaku dan orientasi seks, meningkatkan pengetahuan seksualitas yang benar serta mengurangi kecemasan yang dialami klien berkaitan dengan perilaku dan orientasi seksnya. Selain itu, konseling kesehatan reproduksi menghasilkan perubahan kebiasaan dan perilaku yang bertanggung jawab dan mengajarkan keterampilan membuat keputusan (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, 2009: 6).
3.      Prinsip Dasar Konseling Kesehatan Reproduksi
Menurut Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (2009: 7) prinsip dasar konseling kesehatan reproduksi meliputi:
a.       Pemahaman bahwa mendapatkan mendapatkan informasi kesehatan reproduksi adalah kebutuhan dan hak klien.
b.      Informasi kesehatan reproduksi yang diberikan lengkap, benar, jujur, dan bertanggung jawab.
c.       Mendampingi pengambilan keputusan berdasarkan konsekuensi atas pilihan yang diambil.
d.      Empati dan tidak menghakimi.
4.      Proses Konseling Kesehatan Reproduksi
Berikut ini adalah tahapan proses pelaksanaan konseling kesehatan reproduksi dengan klien individu maupun kelompok (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, 2009: 8):
a.       Pembukaan, perkenalan antara konselor dan klien.
b.      Rapport atau pendekatan kepada klien untuk mencairkan suasana sehingga klien merasa nyaman dalam mengemukakan masalah.
c.       Penggalian masalah, meliputi latar belakang, situasi konflik, nilai-nilai yang dianut, pandangan terhadap konflik, dan usaha pemecahan masalah yang sudah maupun sedang dipertimbangkan untuk dilakukan.
d.      Mendiskusikan alternatif solusi, yang diusahakan muncul dari klien dengan bantuan konselor, memberikan informasi mengenai kesehatan reproduksi sesuai dengan kebutuhan klien.
e.       Mengajak klien memilih alternatif solusi yang terbaik.
f.       Penutup, merangkum hasil diskusi dengan klien, mengajak klien menentukan rencana selanjutnya dan memberikan dukungan bahwa klien mampu mengatasi masalahnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar